Akhir-akhir ini Brebes sedang panen bawang merah. Sebuah kebiasaan rutin, karena musim kemarau nyaris berakhir. Dan seperti biasa pula harga bawang merah pun segera anjlok di tingkat petani hanya sebesar Rp 2.000,- per kilogram sebuah harga yang lebih dibanding biaya untuk menghasilkan bawang merah yang mencapai Rp 3.000,- per kilogram.
Harga jual yang demikian rendah tentunya mampu membuat para petani hanya sekedar menumpuk hutang saja. Karena biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi bawang merah didapat dari pinjaman. Dan pinjaman ini tak akan mampu dibayar lantaran harga jual lebih rendah dari biaya produksi.
Biaya yang dibutuhkan meliputi: pengolahan tanah, biaya mendatangkan air karena saluran irigasi yang ada sudah tak sanggup mengatur air dengan baik, pemupukan, penyiangan untuk menghilangkan tanaman lain yang menjadi parasit maupun tanaman yang dapat mengurangi jatah makanan dari bawang merah, di lain pihak diperlukan pula obat-obat untuk menghilangkan hama tanaman, mulai ulat, tikus, dan lain-lain.
Dahulu pemerintah sangat tergerak untuk membangun dan memelihara saluran-saluran pengairan: waduk-waduk dibangun dengan tujuan menampung air sehingga air hujan tidak bersegera amblas ke laut, sehingga mampu lebih dimanfaatkan bagi kebaikan petani dan yang lainnya. Dibuat saluran primer sebagai backbone yang mengantar air menuju saluran sekunder maupun tersier. Semenjak negara ini mengubah kecenderungan perilakunya dari negara agraris menjadi negara industri, pengelolaan pengairan ini menjadi kurang diperhatikan lagi.
Padahal di daerah Tasikmalaya petani masih mempunyai kretifittas untuk membangun kincir air sendiri yang mampu menaikkan air sungai mencapai saluran sekunder maupun tersier. Namun pemerintah yang sudah cenderung meninggalkan produksi pertanian menjadikan ide-ide kreatif yang demikian ini tidak lagi didukung, para petani berkreatifitas sendiri.
Di lain pihak, dengan ide yang ketika jamannya rezim Soeharto sangat kencang didengungkan tentang Free Trade Area, baik ASEAN maupun Asia Pasifik, entah masih ada kaitan maupun tidak, begitu mudahnya barang-barang impor membanjiri Indonesia. Barang-barang produk luar tersebut dalam bentuk produk perkebunan, pertanian, teknologi maupun elektronik. Yang menakutkan harga-harga produk impor itu jauh lebih murah dibanding produk dalam negeri. Hal ini turut berperan pula dalam menganjlokkan harga jual bawang merah.
Jika pemerintah tak mampu membantu warga negaranya sendiri, tentunya usaha-usaha produksi tak akan mampu hidup dengan nyaman di negara ini. Akibatnya negara ini hanya akan mampu menjadi pemakai saja, sebagai akibat usaha-usaha hulu akan mati dengan segera, akibat selanjutnya negara ini akan sangat bergantung pada negara-negara produsen, sehingga dapat dipermainkan oleh orang lain.
Cita-cita menjadikan negeri yang mandiri yang mampu mengatur hidup dan kehidupan tanpa campur tangan dari negara lain akan sulit dilakukan. Bukankah yang demikian ini, cita-cita negara merdeka itu? Hidup tak bergantung pada negara lain, tetapi menjadi panutan oleh negara-negara lain. Merdeka!
03 November 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment