25 October 2007

Kesehatan

Usia yang menginjak kepala empat membuat banyak orang mengatakan sebagai usia yang paling matang. Setelah itu, yang ada adalah kondisi menurun atau tetap segitulah kemampuannya. Namun bersamaan dengan kematangan tadi, penyakit-penyakit orang tua pun mulai bermunculan.

Rasanya saya sangat ingat ketika tahun 2000 sedang shaum ramadhan saya sakit di kaki yang menyebabkan saya sulit untuk berjalan kaki, sehingga untuk ke dokter pun harus minta bantuan disopirin sama temen yang sedang off dari kegiatan. Kaki yang sakit di telapakan, dan rasanya luar biasa cekot-cekot. Jangankan dipakai untuk berjalan kaki, kena sandal japit pun sudah terasa sakit, walaupun belum ditempelkan ke lantai.

Telah berulang kali rasa sakit yang demikian terjadi, dan biasanya segera diobati dengan penurun asam urat. Pernah kejadian ketika sedang sakit yang di rumah tinggal pembantu dan anakku yang paling kecil. Pembantu nggak mungkin saya panggil untuk menemani, karena dia perempuan, dan saya memang sungkan untuk berkomunikasi dengan perempuan, kecuali kepada istri dan anak-anakku. Saat itulah rasa sakit yang luar biasa timbul, rasa sakit yang menjalar sampai air mata keluar dengan sendirinya tak mampu ditahan. Anakku yang di kamar tak sanggup melihat bapaknya menahan sakit yang demikian ini, dia keluar kamar. Suara bapaknya sudah tidak jelas antara menahan tangis ataukah menahan menangis. Itu kejadian yang paling berkesan dengan sakit asam urat ini.

Kebiasaan menganggap bahwa setiap kejadian sakit adalah kambuhnya asam urat membuat, selalu begitulah adanya. Selalu diberi obat asam urat, kejadian terakhir tanggal 8 Oktober 2007 demikian juga adanya. Sakit lagi, dan obat pun minta ke dokter melalui istri, tanpa kehadiranku di hadapan dokter tersebut. Ternyata nyaris tiga hari rasa sakit masih tak mampu diatasi. Kecurigaan memang ada, aku lihat bengkak kaki berbeda dari biasanya, bengkak ini melebar dan terasa lunak, seperti berisi air.

Alhamdulillah, bangun subuh menjelang sholat Ied rasa sakit terasa menurun, ringan, ampang, sehingga aku bisa mengajak istriku untuk sholat ied. Usai sholat ied ternyata mulai terasa sakit kembali. Demikianlah adanya sakit, agak sehat, dan sehingga bisa masuk kantor pada tanggal 22 Oktober 2007. Selesai mengajar rekan kantor mewanti-wanti, jangan-jangan bukan asam urat. Kekuatiran yang lama terpendam dan masukan beberapa rekan yang boleh jadi bukan asam urat, namun ginjal, kolesterol, dll meliar-liar di kepalaku kembali. Sehingga Selasa 23/10/2007 ke klinik Kimia Farma, di klinik inilah saya ngotot untuk minta rujukan ke lab, bukan untuk diobati. Kendala aturan untuk melihat kolesterol dan juga fungsi ginjal, harus puasa minimal 10 jam, membuat pengambilan sample lab tidak bisa dilaksanakan hari itu juga. Hari Rabu pagi akhirnya terjadilah pengambilan sample darah dan malam harinya keluar hasil membuat kami (saya dan istri), ternyata asam urat jauh lebih sehat dibanding batas atas sehat. Dan yang jadi momok itu telah lepas, yang dianggap bukan ternyata jadi momok, yaitu kolesterol yang demikian tinggi telah 50% lebih tinggi dibanding data yang disebut sehat. Lihatlah tabel di bawah ini pengambilan sample darah pada bulan Oktober 2007, bahkan trigliserida demikian tingginya nyaris 2 kali lipat dari kondisi normal.


24/10/07 23/12/06
Asam Urat (3,4-7.0) 5,2 7,2
Kolesterol Total (<200)>311 257
Kolesterol HDL (>35) 47 56
Kolesterol LDL (<130) 207 162
Trigliserida (<150) 285 197

Seperti biasa berbagai saran pun kemudian mengalir, dari dokter harus lebih sering olah raga, jangan makan makanan yang berlemak, dari teman sekantor kurangi karbohidrat, dari temen sekantor yang lain banyak minum. Yang motivasi utamanya adalah kalau bisa jangan sakit atau jangan sampai mati.

Padahal takdir sakit dan mati itu sudah ada. Yang ada mestinya adalah motivasi bagaimana dengan kondisi yang demikian ini ibadah kita semakin meningkat, termasuk ibadah berobat dan ibadah menjaga kondisi fisik yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Mestinya hal ini yang lebih muncul dalam segenap saran dan kesempatan.

Bukankah sudah ada contoh yang sangat fenomenal, dalam kondisi paru-paru tinggal satu yang berfungsi normal, maka selain mengupayakan pengobatan, Jenderal Sudirman masih ikut serta memimpin perang gerilya? Bukankah ini contoh yang mesti diteladani dan diikuti. Bukan malah mengurangi/ menambah aktifitas karena kuatir tambah sakit dan kuatir nanti mati? Justru karena takut pada kematian yang demikian dekat, mestinya semakin memperbanyak amal sholeh? Motivasi-motivasi yang kurang jelas arahnya semakin dihindari, sehingga memunculkan motivasi yang benar-benar benar, bukan motivasi yang mengandung keraguan, sehingga mampu mencapai kondisi kejiwaan sebagai nafsun mutmainnah?

Inilah mestinya pertanyaan yang lebih sering timbul, takutlah mati karena ingin meningkatkan kondisi diri, memperbanyak amal sholeh, selalu mawas diri, selalu mengevaluasi diri dengan kriteria evaluasi diri yang jelas dan nyata, bukan mengevaluasi diri dengan kriteria yang tak jelas dan kabur maknanya. Bangunlah wahai fisik-ku, segerakan jiwa membangun motivasi yang lurus dan benar, gerakkan fisik karena menyongsong kematian yang memang demikian dekat. Ayo! Bergabunglah bersama-sama orang yang sudah jelas ke arah mana tujuan hendak diraih...

Ya, Allah, pandaikanlah kami. Sehatkanlah kami, karena dengan sehat kami lebih banyak lagi amal ibadah yang mampu kami tempuh. Ya, Allah, ampunilah dosa-dosa kami. Amiin

23 October 2007

Divide et Impera

Pulang mudik kali ini, aku menyempatkan berkumpul dengan mahasiswaku yang berasal dari Pati, dan memang rasanya inilah yang lebih aku tuju. Mereka telah mengundang beberapa hari sebelumnya bahwa mereka akan berkumpul pada hari Senin, 15 Oktober 2007, dan aku minta jangan terlalu siang, karena kuatir aku datang terlambat. Dan alhamdulillah mereka setuju untuk mengubah jadwal menjadi setelah Maghrib.

Kondisi fisik yang sakit, kemungkinan asam urat kambuh, memang membuat aku ragu untuk hadir ke Pati, karena waktu tempuh perjalanan yang lama, nyaris 14 jam atau 8 jam jika kondisi lalu lintas kosong. Namun sifat ingin selalu kumpul dengan generasi muda yang lebih fresh yang lebih mempunyai idealisme dibanding yang sudah tua-tua, menyebabkan aku sedikit memaksakan diri untuk hadir di Pati.

Alhamdulillah, kami berhasil sampai sebelum acara benar-benar dibubarkan, acara utama tentunya makan malam, dan semua tamu beserta tuan rumah sudah selesai makan. Kami datang sekitar jam 20-an yang memang sudah wajar hal itu terjadi.

Pertemuan ini membawa berkah tersendiri, betapa tidak kesulitan warga Indonesia bekerjasama agak sedikit terjawab, dalam pertemuan ini. Kami mendapatkan masukan dari orang tua mahasiswa yang sempat menjadi polisi dan kemudian undur diri dini, karena alasan yang kurang jelas aku terima, mungkin pendengaranku agak kurang, karena menempuh perjalanan selama 14jam. Intinya beliau memilih undur diri dari kepolisian karena budaya di keluarganya yang memang tidak menginginkan untuk berada dalam birokrasi.

Beliau menyampaikan pendapatnya: mengapa bangsa Indonesia demikian ini adanya?
  1. Penduduk menerima kondisi kesengsaraan yang tak ada habisnya akibat pimpinan yang tidak ikhlas mengelola negeri. Mestinya pimpinan mengambil peran yang utama, sehingga pengangguran tidak meningkat, yaitu dengan ikhlas hati mengelola negeri ini.
  2. Kesatuan dan persatuan hanyalah sebuah angan-angan, karena telah ratusan tahun diupayakan untuk tidak bersatu dengan politik Belanda, yaitu Divide Et Impera. Belanda memang sengaja dan terus berusaha agar langgeng kekuasaannya, dengan cara membenturkan pejuang Idonesia dengan orang Indonesia yang telah mampu dibeli oleh Belanda, melalui jabatan, duit dan fasilitas yang lain. Dan bekas penjajahan yang demikian ini ternyata tidak berkurang hingga sekarang. Karena orang Indonesia belum benar-benar mampu menemukan kesamaan yang mampu mempersatukan mereka.
Memang Belanda tidak usah disalahkan, mereka memang sudah salah, yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana caranya supaya kita mampu menghilangkan ilmu Belanda itu, sehingga kita mampu bekerjasama, mampu mengelola negeri ini dengan sebaik-baiknya. Kekuatan dalam jalinan yang kokoh bukan pada kekuatan orang yang paling kuat, tetapi ada pada orang yang paling lemah. Kelebihan jika dikumpulkan dengan tepat akan membawa kekuatan yang lebih kuat lagi, sehingga kelemahan akan terkurangi karenanya.

Belanda memang licik, namun tak perlulah kita sebut yang demikian ini, yang kita perlukan sekarang adalah bagaimana kita mampu sadar diri, kelebihan kita pastilah ada kekurangannya, sehingga kita mampu menerima kelebihan orang lain untuk dapat membuat sebuah kekuatan yang amat dahsyat. Apa itu?

22 October 2007

Alun-alun Pati

Kabupaten Pati mempunyai karakter yang berbeda dari daerah pesisir yang lain dan sekaligus sebagai daerah transit menghubungkan Jakarta-Surabaya. Tegal yang berhasil semarak dengan Mall dan Super Marketnya, dan keluar watak kemodernannya lebih dahulu. Rembang keluar dengan wisata air lautnya dengan Taman Kartini, dan pendudukanya tetap menghuni dengan baik.

Pati mempunyai karakter sebagai kota Pensiunan, anak-anak mudanya keluar, mengembara. Nyaris Pati ditinggalkan oleh anak-anak mudanya, dapatlah dikatakan hampir 80% anak
mudanya mengembara mencari pakan, sandang dan papan di tempat lain. Namun kerinduan membangun karakter tempat kelahiran tak pernah lekang pula dari benak para alumni
yang pernah tinggal di Pati. Dan inilah yang menjadi daya tarik Kabupaten Pati. Kekunoan Pati akan membuat para alumni akan kembali ke kampungnya.

H+4 kami hadir di alun-alun Pati untuk menyerap rasa dan kepercayaan tentang kehidupan Pati. Dan alhamdulillah, terasa betapa hiruk pikuk alun-alun yang disulap dengan berbagai jongko penjual berbagai pernak-pernik khas pedagang kaki lima dapat dirasakan. Ada yang menjual Soto Kemiri, Nasi Gandul, Martabak Telur, Komedi Putar, Sepatu Sandal, Arum Manis, Bakso, tak ketinggalan pula makanan khas daerah lain Empek-Empek yang telah dimodifikasi ala Pati yang mengandung bala-bala (istilah Bandungnya), Batagor, Mainan China, Mie Ayam, Es Buah, dll.

Ada foto-foto yang diambil dengan menggunakan Camera HP merk HiTech dengan kemampuan 2MegaPixel.

Pati dengan slogannya Mina Tani, memang belum menunjukkan karakter slogan ini, walaupun mungkin jika ada data yang sajikan oleh Pemda, akan membuat saya terperangah, namun
itu belum terlihat. Mina yang berarti ikan dan produk ikan, dan tani yang berarti pertanian dan produk pertanian, tak begitu muncul sebagai karakter. Memang dari sisi tanaman kacang tanah, kita telah mengenal produk ini, melalui merk Kacang Garuda dan Kacang Dua Kelinci, yang telah
mengindonesia penyebarannya.

Keramaian Kota Pensiunan tentunya akan muncul ketika para alumni tempat tinggal kembali ke kampung halamannya. Berbagai plat nomor kendaraan roda empat maupun roda dua
muncul di alun-alun Pati ada pelat nomor B, D, DK, H, BH, L, AD, S, BE, dll yang menunjukkan orang-orang Pati telah balik dari perantauan. Ajang kumpul di alun-alun menjadi sarana silaturahim yang lain, selain acara silaturahim yang formal, kunjungan rumah ke rumah, ataupun acara resmi yang diselenggarakan oleh perkumpulan. Saya pun ketemu orang tetangga di Bandung di tempat ini.

Dengan kembalinya orang-orang di perantauan mempunyai dampak yang positif bagi tumbuhnya ekonomi daerah. Otonomi yang telah diundang-undangkan menjadi bagian yang menarik dari tumbuhnya daerah. Jalan-jalan di kampung sudah berasal, meskipun dengan lebar yang kurang memadai, hanya selebar satu mobil minibus dan dua sepeda motor berjejer.

Harus dan memang harus dipahami dan dimengerti bahwa pembangunan yang lebih menonjolkan pusat membuat daerah jauh tertinggal dengan pusat, saat awal saya ada di Bandung mendapatkan data yang cukup mencengangkan 80% dana se Indonesia hanya beredar di Jakarta, itupun 10% lagi beredar di kota-kota besar yang lain, seperti Surabaya dan Medan,
sisanya yang hampir 90% luas wilayah Indonesia hanya kebagian 10%. Betapa timpangnya kondisi ekonomi Indonesia saat itu, sehingga wajar toh orang-orang daerah yang punya
semangat hidup yang lebih besar mempunyai keinginan yang kuat untuk hadir di kota-kota besar, bahkan sampai saat ini, ketika Gubernur DKI dengan keras memerangi para pendatang dengan skill yang kurang mencukupi, tetap saja mengalir urbanisasi. Bisa kita bayangkan dengan berdiri di perempatan di Jakarta uang 50ribu Rupiah sehari mudah diraih, sedangkan di kampung menjadi buruh tani mendapatkan 50ribu Rupiah sehari hampir tidak masuk di akal.

Semangat kaum urban memang berbeda, jiwa ingin maju, jiwa ingin membuka peluang, dst tumbuh dengan kuat dan kokoh. Di daerah rantau boleh jadi mereka hidup tidak begitu baik,
tinggal di rumah tipe 21, namun begitu pulang kampung, rasanya mereka sanggup untuk membeli seluruh kota, inilah ibaratnya, harga-harga yang agak lebih murah, untuk bahan-bahan khas kampung.

Kondisi yang demikian ini mestinya semakin meyakinkan kita bahwa ada sesuatu yang salah dalam dasar berpijak negeri ini, yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Bukan
menghilangkan kemiskinan targetnya, namun memeratakan kesempatan dan peluang berusaha yang lebih ditonjolkan. Kesalahan yang memang telah terjadi, namun apa yang mesti diperbuat?

02 October 2007

Liberalisasi Pendidikan

Selama dua hari saya ditugaskan kantor untuk mengikuti Pelatihan Penyusunan Offers and Requests dalam menghadapi berlakunya Liberalisasi WTO. Memang sudah tidak bisa ditolak lagi kenyataan berlakunya perdagangan bebas di beberapa Negara yang tergabung dalam WTO, dan organisasi kawasan bebas dagang, baik ASEAN, maupun Asia Pasifik.

Kepala Negara telah menandatangani perjanjian ini, mestinya untuk tingkat ASEAN berlaku sejak 2003, namun sebuah kenyataan tahun-tahun tersebut Negara-negara di kawasan ASEAN sedang mengalami kondisi yang tidak begitu baik, yaitu terjadinya krisis, namun tanda tangan kembali telah dilakukan dan untuk tingkat ASEAN berlaku mulai tahun 2015.

Kawasan bebas dagang menghendaki setiap Negara yang tergabung dalam kawasan itu untuk saling memasuki wilayah dagang Negara lain dengan lebih fair dan saling menguntungkan. Setiap Negara boleh menetapkan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh Negara yang ingin berdagang di Negara dalam satu kawasan bebas dagang tersebut. Tentunya Negara ini akan terkena pula persyaratan dari Negara lain yang ingin dimasukinya.

Ada lima atau enam Negara asing berminat untuk berdagang di Indonesia di bidang Pendidikan Tinggi, yaitu: Australia, New Zealand, Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Mereka berminat dalam bentuk kerjasama dengan perguruan tinggi swasta. Mereka tidak berani masuk ke perguruan tinggi Negeri. Entah alasannya belum begitu jelas.

Karenanya pelatihan yang diadakan oleh Ditjen Dikti Depdiknas pun peserta yang diundang hanya dari perguruan tinggi swasta. Ada 36 perguruan tinggi yang diundang, namun yang hadir sekitar 30-an (angka tepatnya saya kurang tahu).

Jika dikelompokkan ada tiga perguruan tinggi yang mencoba menanggapi fenomena yang baru akan dilaksanakan ini, yaitu: kelompok Liberal, kelompok Optimis-Pesimis, dan kelompok Pesimis.

Kelompok Liberal menghendaki benar-benar menginginkan kebebasan tanpa persyaratan tertentu bagi Perguruan Tinggi dalam Negeri yang ingin bekerjasama dengan asing dan juga tanpa persyaratan bagi perguruan tinggi asing yang ingin berdagang di Indonesia. Kelompok ini dipelopori oleh perguruan tinggi swasta yang selama ini telah menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi asing dan telah memperoleh manfaat dari menjual program pendidikan asing. Tak perlu saya menyebutkan perguruan tingginya.

Kelompok Optimis-Pesimis, kelompok ini menghendaki dan ingin sekali agar perguruan tinggi asing hadir di Indonesia dan merasa amat bermanfaat kehadiran mereka, namun mengingat banyak pengalaman yang ternyata tidak sebagaimana yang dipahami oleh masyarakat. Karenanya banyak persyaratan yang harus diajukan. Salah satunya adalah asing dapat membuka perguruan tinggi di tempat yang masih belum maju, seperti Indonesia Bagian Timur maupun pada bidang-bidang yang selama ini sulit peminat. Bidang yang sulit peminat, misalnya adalah Sains. Sains sangat penting bagi peningkatan kemampuan bangsa dalam menopang teknik (teknologi), namun di Indonesia dianggap tidak laku di pasaran, sehingga sepi peminat. Dia harapkan asing dapat meningkatkan bidang ini. Selain itu ada pula perguruan tinggi yang ingin melakukan kerjasama dengan luar Negeri, namun saat ini masih dalam tahap perintisan.

Kelompok Pesimis, mengangap kehadiran perguruan tinggi asing akan menghancur leburkan perguruan tinggi yang ada di Indonesia saat ini. Mengingat beberapa perguruan tinggi di Indonesia saat ini ada yang kesulitan untuk mendapatkan mahasiswa. Ada yang dalam satu fakultas hanya mendapatkan 5 orang mahasiswa. Karenanya seandainya mereka hadir di bumi Indonesia, haruslah amat banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh mereka. Umumnya mereka dari perguruan tinggi yang terbilang kecil dan kurang terkenal.

Saat ini pun pemerintah telah membuat berbagai macam RUU untuk menyongsong berlakunya kawasan bebas dagang ini. Salah satu yang disosialisasikan saat itu adalah adanya klausul agar perguruan tinggi yang dapat dilibatkan dalam kerjasama dengan luar Negeri harus 60% program studinya meraih akreditasi A, walaupun peserta menolak ayat ini, karena menganggap akreditasi yang dilakukan oleh BAN PT belum benar-benar objektif, masih ada suara-suara yang menyatakan karena assessor yang satu memberikan akreditasi prodi dari assessor yang kedua bertingkat B, maka assessor yang pertama tersebut memberikan B pula bagi prodi assessor yang kedua. Jadi bukan karena alas an objektifitas tetapi karena alas an pribadi, selain itu terdengar pula suara, karena satu assessor membela sebuah prodi dengan sangat serius dianggap oleh anggota komite penentu akreditasi sebagai menerima uang saku dari perguruan tinggi yang diasesorinya.

Ketika di awal pelatihan rasanya banyak peserta yang agak pesimis dengan kerjasama ini. Namun setelah melihat dan mendengar beberapa perguruan tinggi yang telah melakukan kerjasama dengan asing memperoleh manfaat yang banyak, ternyata banyak peserta yang kemudian beralih menjadi sangat ingin untuk bekerjasama dengan asing, sehingga mampu memanfaatkan kondisi perdagangan bebas ini dengan baik.

Dari sisi peserta Pelatihan kebanyakan peserta menganggap bahwa mereka tidak mewakili institusi perguruan tingginya, sehingga mereka hanya mewakili sikap professional masing-masing saja.

Selamat datang asing hadir di Indonesia, walaupun ini bukanlah pertama kalinya mereka hadir di Indonesia, semoga membawa manfaat yang baik bagi bangsa Indonesia.