02 October 2007

Liberalisasi Pendidikan

Selama dua hari saya ditugaskan kantor untuk mengikuti Pelatihan Penyusunan Offers and Requests dalam menghadapi berlakunya Liberalisasi WTO. Memang sudah tidak bisa ditolak lagi kenyataan berlakunya perdagangan bebas di beberapa Negara yang tergabung dalam WTO, dan organisasi kawasan bebas dagang, baik ASEAN, maupun Asia Pasifik.

Kepala Negara telah menandatangani perjanjian ini, mestinya untuk tingkat ASEAN berlaku sejak 2003, namun sebuah kenyataan tahun-tahun tersebut Negara-negara di kawasan ASEAN sedang mengalami kondisi yang tidak begitu baik, yaitu terjadinya krisis, namun tanda tangan kembali telah dilakukan dan untuk tingkat ASEAN berlaku mulai tahun 2015.

Kawasan bebas dagang menghendaki setiap Negara yang tergabung dalam kawasan itu untuk saling memasuki wilayah dagang Negara lain dengan lebih fair dan saling menguntungkan. Setiap Negara boleh menetapkan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh Negara yang ingin berdagang di Negara dalam satu kawasan bebas dagang tersebut. Tentunya Negara ini akan terkena pula persyaratan dari Negara lain yang ingin dimasukinya.

Ada lima atau enam Negara asing berminat untuk berdagang di Indonesia di bidang Pendidikan Tinggi, yaitu: Australia, New Zealand, Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Mereka berminat dalam bentuk kerjasama dengan perguruan tinggi swasta. Mereka tidak berani masuk ke perguruan tinggi Negeri. Entah alasannya belum begitu jelas.

Karenanya pelatihan yang diadakan oleh Ditjen Dikti Depdiknas pun peserta yang diundang hanya dari perguruan tinggi swasta. Ada 36 perguruan tinggi yang diundang, namun yang hadir sekitar 30-an (angka tepatnya saya kurang tahu).

Jika dikelompokkan ada tiga perguruan tinggi yang mencoba menanggapi fenomena yang baru akan dilaksanakan ini, yaitu: kelompok Liberal, kelompok Optimis-Pesimis, dan kelompok Pesimis.

Kelompok Liberal menghendaki benar-benar menginginkan kebebasan tanpa persyaratan tertentu bagi Perguruan Tinggi dalam Negeri yang ingin bekerjasama dengan asing dan juga tanpa persyaratan bagi perguruan tinggi asing yang ingin berdagang di Indonesia. Kelompok ini dipelopori oleh perguruan tinggi swasta yang selama ini telah menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi asing dan telah memperoleh manfaat dari menjual program pendidikan asing. Tak perlu saya menyebutkan perguruan tingginya.

Kelompok Optimis-Pesimis, kelompok ini menghendaki dan ingin sekali agar perguruan tinggi asing hadir di Indonesia dan merasa amat bermanfaat kehadiran mereka, namun mengingat banyak pengalaman yang ternyata tidak sebagaimana yang dipahami oleh masyarakat. Karenanya banyak persyaratan yang harus diajukan. Salah satunya adalah asing dapat membuka perguruan tinggi di tempat yang masih belum maju, seperti Indonesia Bagian Timur maupun pada bidang-bidang yang selama ini sulit peminat. Bidang yang sulit peminat, misalnya adalah Sains. Sains sangat penting bagi peningkatan kemampuan bangsa dalam menopang teknik (teknologi), namun di Indonesia dianggap tidak laku di pasaran, sehingga sepi peminat. Dia harapkan asing dapat meningkatkan bidang ini. Selain itu ada pula perguruan tinggi yang ingin melakukan kerjasama dengan luar Negeri, namun saat ini masih dalam tahap perintisan.

Kelompok Pesimis, mengangap kehadiran perguruan tinggi asing akan menghancur leburkan perguruan tinggi yang ada di Indonesia saat ini. Mengingat beberapa perguruan tinggi di Indonesia saat ini ada yang kesulitan untuk mendapatkan mahasiswa. Ada yang dalam satu fakultas hanya mendapatkan 5 orang mahasiswa. Karenanya seandainya mereka hadir di bumi Indonesia, haruslah amat banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh mereka. Umumnya mereka dari perguruan tinggi yang terbilang kecil dan kurang terkenal.

Saat ini pun pemerintah telah membuat berbagai macam RUU untuk menyongsong berlakunya kawasan bebas dagang ini. Salah satu yang disosialisasikan saat itu adalah adanya klausul agar perguruan tinggi yang dapat dilibatkan dalam kerjasama dengan luar Negeri harus 60% program studinya meraih akreditasi A, walaupun peserta menolak ayat ini, karena menganggap akreditasi yang dilakukan oleh BAN PT belum benar-benar objektif, masih ada suara-suara yang menyatakan karena assessor yang satu memberikan akreditasi prodi dari assessor yang kedua bertingkat B, maka assessor yang pertama tersebut memberikan B pula bagi prodi assessor yang kedua. Jadi bukan karena alas an objektifitas tetapi karena alas an pribadi, selain itu terdengar pula suara, karena satu assessor membela sebuah prodi dengan sangat serius dianggap oleh anggota komite penentu akreditasi sebagai menerima uang saku dari perguruan tinggi yang diasesorinya.

Ketika di awal pelatihan rasanya banyak peserta yang agak pesimis dengan kerjasama ini. Namun setelah melihat dan mendengar beberapa perguruan tinggi yang telah melakukan kerjasama dengan asing memperoleh manfaat yang banyak, ternyata banyak peserta yang kemudian beralih menjadi sangat ingin untuk bekerjasama dengan asing, sehingga mampu memanfaatkan kondisi perdagangan bebas ini dengan baik.

Dari sisi peserta Pelatihan kebanyakan peserta menganggap bahwa mereka tidak mewakili institusi perguruan tingginya, sehingga mereka hanya mewakili sikap professional masing-masing saja.

Selamat datang asing hadir di Indonesia, walaupun ini bukanlah pertama kalinya mereka hadir di Indonesia, semoga membawa manfaat yang baik bagi bangsa Indonesia.

No comments:

Post a Comment