23 October 2007

Divide et Impera

Pulang mudik kali ini, aku menyempatkan berkumpul dengan mahasiswaku yang berasal dari Pati, dan memang rasanya inilah yang lebih aku tuju. Mereka telah mengundang beberapa hari sebelumnya bahwa mereka akan berkumpul pada hari Senin, 15 Oktober 2007, dan aku minta jangan terlalu siang, karena kuatir aku datang terlambat. Dan alhamdulillah mereka setuju untuk mengubah jadwal menjadi setelah Maghrib.

Kondisi fisik yang sakit, kemungkinan asam urat kambuh, memang membuat aku ragu untuk hadir ke Pati, karena waktu tempuh perjalanan yang lama, nyaris 14 jam atau 8 jam jika kondisi lalu lintas kosong. Namun sifat ingin selalu kumpul dengan generasi muda yang lebih fresh yang lebih mempunyai idealisme dibanding yang sudah tua-tua, menyebabkan aku sedikit memaksakan diri untuk hadir di Pati.

Alhamdulillah, kami berhasil sampai sebelum acara benar-benar dibubarkan, acara utama tentunya makan malam, dan semua tamu beserta tuan rumah sudah selesai makan. Kami datang sekitar jam 20-an yang memang sudah wajar hal itu terjadi.

Pertemuan ini membawa berkah tersendiri, betapa tidak kesulitan warga Indonesia bekerjasama agak sedikit terjawab, dalam pertemuan ini. Kami mendapatkan masukan dari orang tua mahasiswa yang sempat menjadi polisi dan kemudian undur diri dini, karena alasan yang kurang jelas aku terima, mungkin pendengaranku agak kurang, karena menempuh perjalanan selama 14jam. Intinya beliau memilih undur diri dari kepolisian karena budaya di keluarganya yang memang tidak menginginkan untuk berada dalam birokrasi.

Beliau menyampaikan pendapatnya: mengapa bangsa Indonesia demikian ini adanya?
  1. Penduduk menerima kondisi kesengsaraan yang tak ada habisnya akibat pimpinan yang tidak ikhlas mengelola negeri. Mestinya pimpinan mengambil peran yang utama, sehingga pengangguran tidak meningkat, yaitu dengan ikhlas hati mengelola negeri ini.
  2. Kesatuan dan persatuan hanyalah sebuah angan-angan, karena telah ratusan tahun diupayakan untuk tidak bersatu dengan politik Belanda, yaitu Divide Et Impera. Belanda memang sengaja dan terus berusaha agar langgeng kekuasaannya, dengan cara membenturkan pejuang Idonesia dengan orang Indonesia yang telah mampu dibeli oleh Belanda, melalui jabatan, duit dan fasilitas yang lain. Dan bekas penjajahan yang demikian ini ternyata tidak berkurang hingga sekarang. Karena orang Indonesia belum benar-benar mampu menemukan kesamaan yang mampu mempersatukan mereka.
Memang Belanda tidak usah disalahkan, mereka memang sudah salah, yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana caranya supaya kita mampu menghilangkan ilmu Belanda itu, sehingga kita mampu bekerjasama, mampu mengelola negeri ini dengan sebaik-baiknya. Kekuatan dalam jalinan yang kokoh bukan pada kekuatan orang yang paling kuat, tetapi ada pada orang yang paling lemah. Kelebihan jika dikumpulkan dengan tepat akan membawa kekuatan yang lebih kuat lagi, sehingga kelemahan akan terkurangi karenanya.

Belanda memang licik, namun tak perlulah kita sebut yang demikian ini, yang kita perlukan sekarang adalah bagaimana kita mampu sadar diri, kelebihan kita pastilah ada kekurangannya, sehingga kita mampu menerima kelebihan orang lain untuk dapat membuat sebuah kekuatan yang amat dahsyat. Apa itu?

No comments:

Post a Comment