Lagu ini dipopulerkan lagi oleh: Kiyai Kanjeng-nya EmHa dan juga Opic. Ketika saya masih kanak-kanak pun lagu ini sudah ada. Ketika menunggu waktu sholat tarawih ataupun Isya’ sering kami menyanyikannya. Saat anak-anak, tentunya hanya suka pada nada-nadanya saja, memang asyik nadanya.
Tombo ati
Iku limo ing wernane
Kaping pisan moco Qur’an, angan-angan ing maknane
Kaping pindo sholat wengi lakon nono
Kaping telu wong kang sholeh kumpul ono
Kaping papate kudu weteng ingkang luwee
Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe
Salah sawijine sopo biso anglangkoni
Mugi-mugi gusti Allah jembadani
Versi bahasa Arab pun ada, sehingga mungkin sekali dibuat di sana. Namun di Indonesia lagu-lagu semacam ini, biasanya dibuat oleh Sunan Kalijogo. Sunan Kalijogo seorang wali dalam jaman Kerajaan Demak. Bagaimana pun juga beliau-beliaulah yang telah menyebar-luaskan Islam di tanah Jawa. Bahkan beliau-beliaulah yang telah berhasil mengumandangkan Islam dalam wujud aslinya di Indonesia.
Dari sisi manfaat dan arti, sebenarnya lagu-lagu ini menarik dan sangat bermanfaat, selalu mengingatkan untuk kebaikan dan keselamatan orang-orang Islam. Lihatlah pada bagian pertama: Kaping pisan moco Qur’an, angan-angan ing maknane
Yang pertama membaca Al-Qur’an dan memahami maknanya. Untuk apa membaca Al-Qur’an kalau tidak mengerti maknanya. Bukankah membaca Al-Qur’an tanpa memahami maknanya laksana membaca mantera? Seperti dukun-dukun merapal bacaan-bacaan yang tanpa makna. Bahkan para dukun itupun sempat muncul istilah Qulhu sungsan, yang artinya Surat Al-Ikhlash dibaca secara sembarangan, diacak-acak urutannya, sehingga tidak jelas lagi maknanya.
Sudah saatnya kita tidak cukup lagi, hanya sekedar membaca Al-Qur’an jika tanpa makna. Dengan mengetahui maknanya kita akan dapat melaksanakan Al-Qur’an yang karenanya kita dapat menjadikan Al-Qur”an sebagai tuntunan, bukan lagi hanya sekedar tontonan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment