Waktu yang sangat panjang 350 tahunan, jika kita andaikan seseorang menikah dan punya anak rata-rata usia 25 tahun, maka setiap 25 tahun terjadi generasi baru. Artinya 350/25= 14 generasi. Biasakah dibayangkan, bagaimana mampunya seseorang atau suatu kaum dicekoki dengan ideologi oleh orang lain yang menjajahnya selama 14 generasi.
Sungguh luar biasa, dan rasanya selalu kita akan temui perubahan yang drastis, karena ideologi ditanamkan oleh kaum penjajah kepada yang terjajah, lebih dari 14 generasi. Bukankah ideologi yang lama akan tercabut? Saya yakin, sudah pasti! Jika tidak ada pengolahan yang mumpuni dan pengolahan yang benar. Larut, pasti larut.
Maka hebatlah HOS Cokroaminoto yang mampu mendidik dan mengajari murid-muridnya, hingga bergeloralah keinginan untuk merdeka dari penjajah. Sungguh beliau yang mencanangkan kemerdekaan dalam tiga tahap:
1. Merdeka dari penjajah asing
2. Merdeka dari penjajah dalam negeri
3. Merdeka dunia
Keinginan luhur yang pertama tercapai melalui sebuah hadiah yang teramat istimewa, Jepang dibom atom oleh Sekutu. Jelas sekutu sangat kejam membunuh orang tanpa peduli, tanpa seleksi, namun saat ini begitu banyak yang mendambakan untuk bercengkrama dengannya.
Yah, itulah salah satunya orang Indonesia yang mempunyai cita-cita yang berbeda dengan kaum terjajah. Kaum terjajah itukan ada dua kemungkinan, jika di bawah, maka dia akan menjadi cecunguk terus ke bawah tak berani dia mendongakkan kepala, apalagi begitu melihat kondisi di luar yang menurut ukuran materi sangat mewah langsung akan semakin, merasa inilah yang hebat, tanpa mengerti esensi dan situasi yang sebenarnya, yang dipujanya adalah kaum penjajah, kaum penjajah-lah yang pasti lebih baik dari kaumnya, munduk terus, tak ada perlawanan, tak ada keinginan untuk menyatakan saya lebih baik dari dia.
Di lain pihak, jika dia atas, maka akan selalu menjelekkan orang-orang yang di bawah dia. Jika dia bisa menindas, maka itu yang dilakukakannya. Tidak boleh orang lain melebihi dirinya. Maka dibayarnya anak buahnya jauh dari pendapatan yang ia dapatkan dari keringat bawahannya, tak imbang dan tak ada perimbangan.
Lain dengan orang merdeka, jika di bawah maka dia berani mendongak ke atas. Ketika kaum penjajah mengangkat kaki (nyingkrang) maka dia angkat kaki (nyingkrang) pula. Tidak terlalu kagum dengan kondisi orang yang diatasnya, biasa saja, kekaguman yang tak berlebihan. Dan jika dia di atas, dia akan tahu diri, manusia itu sama saja, bukan dibedakan dari kekayaan, bukan dibedakan dari warna kulitnya, bukan dibedakan dari kemampuan berfikirnya. Kelebihan kemampuan hanyalah karunia dari Yang Maha Kuasa, yang harus dipakainya untuk mengajak orang lain untuk tunduk hanya kepada Yang Maha Menundukkan. Tunduk patuh pada tempat yang semestinya dan sewajarnya, yaitu: Allah SWT.
30 August 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment