18 December 2006

Bandung - Jakarta - Balikpapan

Masih terasa mengantuk, walaupun waktu tidur rasanya sudah cukup, wong tidur sekitar jam 22. Alarm yang aku isi dgn suara anakku yang kelima Ayyida Aini Rahmah: Pak Janjian Pak janjian ... terus berulang ditambah dengan istriku membangunkanku, membuat aku memaksakan diri bangun juga.

Aku ingat mesti mengambil file dari notebook. Aku ambil file Data Pa Mahmud yang dibuat oleh Pak Tatang. Sementara istriku membuat air panas untuk mandi. Dan mandilah aku dengan air hangat.

Persiapanku rasanya sudah cukup. Dan Usman pun telah hadir. Aku mencoba mengingat apa saja yang aku butuhkan, cukup.

Mobil bergerak dengan gaya Usman, agak pelan, karena aku mewanti agar mencari ATM Mandiri dulu, uang SPPD belum cair. ATM ditemukan di jalan Pasteur.

Aduh, Man, aku mengantuk, aku tidur ya ... Aku mempunyai kebiasaan sulit tidur di kendaraan, namun dengan usaha memaksakan diri, aku tertidur pula. Tol Cipularang yang kondisi jalannya memang kurang rata, menggoncang-goncang diriku. Terasa ada kemacetan yang cukup membuat aku terbangun di tol Jakarta-Cikampek, ada tiang lampu penerangan yang sedang diperbaiki.

Sampai tempatnya Adam Air pas jam 05. Check in selesai, dapat boarding pass, dan duduk di ruang tunggu. Baca koran sambil mengingat dan berfikir, bagaimana caranya sholat subuh. Lihat kondisi sekeliling dan ... oh diantara jeruji tangga kutemukan petunjuk musholla. Sholat dan ah... rasanya tenang.

Saat itu jam menunjukkan angka 05.38 ketika ada pemberitahuan untuk masuk pesawat. Lama pesawat Boeing 737 seri 400 berjalan pelan menuju landas pacu. Di belakang beberapa pesawat, Garuda, Merpati (kalau tidak salah ingat), dan Philipines ikut antri, ikut mengiringi langkah Adam Air untuk take off.

Suara mesin bergerak mengeras, dan berlari semakin lama semakin kencang ... wuih ... naik sedikit demi sedikit, suara gesekan roda dengan landas pacu pun menghilang ... naik dan naik dan naik sambil berbelok ke kanan, tol telah di bawah, rumah-rumah, kotak-kotak sawah, garis pantai, gerombolan awan putih, pulau-pulau kecil, ombak laut yang laksana rambut ikal dan posisi pesawat pun mendatar.


Perjalanan yang mungkin akan terasa membosankan, karena hanya melihat awan di bawah, dan bentuk gulungan kapas, eh lebih tepatnya arum manis yang berwarna putih.

Aku mencoba mengoreksi UTS yang sudah lama nyaris terlupakan oleh kegiatan berkomunikasi dengan mahasiswa, merencanakan dan melaksanakan executive gathering, temu alumni, mengurai masalah beasiswa, dll Ah ternyata tidak ada soal, nasib, nggak mungkin aku bisa mengoreksi tanpa lembar soal, karena di lembar soal aku cantumkan nilai maksimal setiap soal.

Suara lirih dari pramugari melalui speaker terdengar tidak jelas, kalau dengan suara mesin pesawat, AC, dan entah suara apalagi di pesawat ini. Aku habiskan segera makanan yang disajikan, roti dan air minum.

Garis pantai pulau Kalimantan terlihat jelas. Awan terlihat bertumpuk berlapis selang beberapa meter atau puluh meter 'kali. Garis-garis yang tersusun dengan baik, lurus dan membentuk kotak-kotak dengan bagus, aku tidak tahu apa itu sebenarnya, kalau sawah, rasanya nggak mungkin. Jauh di bawah awan terlihat putih, silau memantulkan sinar matahari. Kalau tidak salah pramugari atau kapten pesawat menyatakan akan terbang dengan ketinggian 33ribu kaki. Sungai lebar terbentang dengan lekuk gaya laksana ular meliuk, hutan hijau Kalimantan yang amat terkenal itu terlihat jauh di bawah, aku seperti mengingati Google Earth dalam posisi stabil ketinggian.

Rasa bosan mulai menghinggapiku, ngantuk agak terasa, namun tidak terlalu kuat, orang-orang rasanya tertidur semua, tak ada suara orang berbicara, bahkan suara anak kecil yang tadi menangis sejak di ruang tunggu bandara pun tak terdengar, sakit 'kali dia. Ada juga suara bicara terdengar lirih, seperti berbisik, nggak jelas suara gaduh di pesawat ini memang luar biasa. Kadang bergetar menumbuk awan, atau ruang kosong hampa udara. Wow ... sepanjang mata pemandang hanya putih yang terlihat, menyilaukan, karena pantulan sinar matahari, sakit di mata.

Rasa ingin buang air kecil, aku tahan, susah lewat, karena orang disampingku tertidur sejak naik pesawat, bahkan saat take off pun.

Suara pramugari seperti biasa tidak terdengar dengan baik. Pesawat bergetar, bunyi deritan kursi terdengar berkali-kali. Kadang getarannya agak keras. Telinga mulai kusadari ada rasa sakit. Ngantuk menyerang sekali, tetapi memang sulit aku tidur... aku ingin menulis.

Aku menulis sejak koreksian aku tutup. Silau putih kehijauan yang terbayang, sejauh mata memandang putih melulu, kadang awan tipis dilewat, bawah pun tak terlihat.

Wow jauh di bawah awan-awan kecil terlihat seperti kapas yang disebar, hijau hutan Kalimantan beberapa terlihat kosong, ada aliran sungai, oh... apa itu guratan berwarna kuning kemerahan.








Ada pemberitahuan pramugari untuk menata tempat duduk, mungkin mau turun. Wus dingin. Jalan-jalan tanah terlihat jelas. Hijau itu tak merata ada muda, tua. Di seberang depan terlihat air dalam skala, danau mungkin. Tanah terlihat dan bulatan, seperti tandon minyak ada 7 jumlah, 5 besar, 2 lebih kecil. Aku di atas air terlihat kapal-kapal kecil seperti tak bergerak, padahal riak air ada di belakang kapal itu. Aku tdk tahu apakah danau atau laut, aku hanya bisa melihat dari sisi pesawat, tetapi kalau danau betapa besarnya. Warna air pun berbeda, walaupun sama-sama hijau. Terasa roda pesawat dikeluarkan, suara desing terdengar, berbelok ke kiri, pesawat miring. Maka terlihatlah sekarang ternyata laut, bukan danau. Mana bandaranya aku cari, belum ketemu juga. Oh ... itu ...

Warna genting rumah berganti. Dan ... goncangan roda menyentuh landasan. Ada rasa takut juga. Alhamdulillah, pesawat berjalan pelan, berbelok menuju peron. Aku ingat Lion AIr ngejungkel saat seperti ini.










Sepinggan International Airport menyambut dengan tulisan yang besar, pesawat pun berlagu, setelah tadi hanya mendengungkan suara yang tidak nyaman. Jam 08:10 masuk ke peron.

Naik taksi dengan driver Weli, sopir taksi yang ramah, sehingga dengan mudahnya menceritakan kondisi keluarganya: anak 8 (5 dari istri pertama Dayak, 2 dari istri kedua yang berasal dari Buton, 1 dr istri ketiga yang berasal dari Batak), istri 3 (1 cerai yang mempunyai darah Batak). No HP Weli 081520377487.

Hotel Grand Tiga Mustika cukup kecil, jika dibanding dengan Novotel yang berdiri megah di depan seberang atau Hotel Gran Senyiur tepat persis di depannya. Suasana nyaman yang penuh keramahan menyergapku, yang membuatku terasa menyukainya. Panitia pun sudah standy by, walaupun seperti biasa aku kesulitan menerangkan bahwa STT Telkom menghendaki menggunakan kwitansi yang bermeterai, tetapi untuk sementara rasanya tidak ada masalah, begitu kantukku hilang, aku ingin jalan-jalan mencari kwitansi dan meterai.

No comments:

Post a Comment