08 October 2006

Negeri Bencana

Negeri bencana 16:112:
Dan Allah Telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian[841] kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.

[841] Maksudnya: kelaparan dan ketakutan itu meliputi mereka seperti halnya Pakaian meliputi tubuh mereka.


Gempa terus mendera, belum henti satu gempa, segera menyusul gempa yang lain, silih susul, yang berpotensi membawa kerusakan, maupun yang tak membawa kerusakan, namun ada pula yang membawa naik air bah yang menggulung apapun yang mampu digulungnya.

Asap membumbung tinggi tak juga henti, walau bom air telah dikerahkan, garam pun telah ditabur untuk turunkan air yg menguap di atas sana, namun tak juga mampu menghenti hotspot.

Ketika musim hujan pun sudah bersiap, maka berubah menjadi banjir, yang akan mengembalikan berbagai macam penyakit dan derita.

PKL dan satpol PP berdarah lantaran tak sudi lapaknya diberangus. Ketakmauan PKL menetapi aturan yang dibuat untuk pejalan kaki di trotoar, mengundang para penertib, mencoba memperindah wajah kota, wajah yang tampak kumuh, karena bedeng-bedeng tumbuh tak beraturan, plastik berbagai warna bergelanjut, dan pejalan kaki tak punya tempat yang nyaman untuk melenggang.

Mahasiswa pun tak malu bertindak seperti preman, hancurkan gedung tempat menimba ilmu, karena beda pendapat, beda keinginan. Akal budinya sudah diletakkan jauh di bawah sadarnya.

Kebakaran dimana korstleting terjadi, tak sedikit rumah yang luluh lantak, tak berbekas, bahkan beberapa jiwa menjadi korban juga.

Gambut, batubara muda, terbakar tak mampu henti, sebagaimana pohon-pohon rindang di daerah sana pun meranggas tak lagi bersisa, yang tinggal hanya asap membumbung menghalang burung besi terbang, menghalang kendaraan darat melaju dengan sepenuh hati. Terpaksa hidung dan mulut ditutup dengan filter yang membersihkan udara ke paru. Mempersulit diri, tidak mengenakkan diri, tidak menyamankan diri.

Lumpur tak henti muncrat mengotori tanah 400Ha, menenggelamkan sedikit demi sedikit pekarangan, halaman, kebun, dan rumah, meranggaskan pohon-pohon karena hangat suhunya. Dan tanah di atas pun turun 12cm per hari.

Pesawat terbang ambruk, tak mampu mendarat dgn mulus. Ataupun tak mampu lepas landas, tergolek, tergelinicir atau mbledug di langit sana.

Beras impor turut menjadi bencana... ah mengapa? Lantaran petani keteteran, harga impor lebih murah dibanding produk sendiri. Lho kok aneh, wong tak ada ongkos angkut.

Burung pun menebar flunya. Telah banyak manusia mati karenanya, panas tinggi berhari-hari, nafas tersengal, sulit menarik udara bersih. Menyebar flu ini tak tentu arah, lantaran burung terbang meninggi, lantaran burung terbang kemana angin membawa, dan kemana sarang berada.

Kereta api berkali-kali bermasalah, ambruk atap karena penumpang tak sopan duduk, mobil keseruduk, anjlok, atau paling besar tabrakan.

Oh, begitu banyak, begitu banyak bencana menimpa negeri. Sudahkah saatnya merenung diri dan mengubahnya?

No comments:

Post a Comment