15 April 2008

Hibah Kompetisi

Sebuah program yang luar biasa idenya. Bagaimana membantu sebuah lembaga. Bantuan yang hanya sekedar memberikan pada lembaga yang menadahkan tangan, saya pikir tidak baik. Tidak effort yang dikeluarkannya. Maka sebuah upaya fenomenal, jika Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas membuat program ini. Orang (lembaga) harus berupaya untuk mendapatkan hibah (bantuan) dengan cara yang amat elegan, yaitu mencoba membuat program yang sesuai dengan keinginan pemberi dana, program-program yang diajukan harus berdasarkan kebutuhan dirinya (lembaga), bukan asal buat program, dan bahkan harus mampu pula membuat aturan untuk melihat efek positif dari program tersebut.

Beberapa hibah (Program Hibah Kompetisi/ PHK) jenis yang demikian ini diumumkan oleh Dikti, antara lain: PHK Institusi (yang basis pembicaraan/ program berada di tingkat institusi perguruan tinggi), PHK TIK (yang khusus diajukan adalah kebutuhan TIK pada Perguruan Tinggi), PHK Softskill (sebuah upaya Dikti agar mahasiswa mampu menyerap kemampuan yang tidak hanya sekedar hardskill/ akademik saja, melainkan sampai pada program-program di luar itu/ softskill), PHK Coop (program ini mengacu pada keinginan Dikti untuk menghubungkan mahasiswa dengan dunia nyata/ kerja), PHK FKK (menghubungkan tiga pihak: Perguruan Tinggi, Pemda, dan Industri, ini akibat butuhnya kesadaran bahwa tidak cukup Perguruan Tinggi berdiri, bak menara gading, tidak membumi, baik pada peran serta di industri maupun di Pemda), dan PHK coop di Industri Kecil dan Menengah (ini bukti peran serta Dikti dalam memberdayakan UMKM yang disambungkan dengan mahasiswa). Tentunya masih ada PHK-PHK yang lain, yang belum saya ketahui.

Inti dari PHK ini adalah Perguruan Tinggi mengambil tema yang sesuai sehingga Perguruan Tinggi maupun kebutuhan dari institusi yang bersangkutan. Mestinya Perguruan Tinggi mempunyai gambar masa depan yang diharapkannya, tak tanggung-tanggung dan sesuai dengan kemampuan yang ingin diraihnya. Istilah gambar mungkin agak menyulitkan memahaminya. Istilah keren yang saat ini dikenal adalah Visi-Misi. Ya inilah istilah di manajemen yang dikenal, sebuah keinginan ideal maupun berjangka panjang yang hendak diraih. Jika mengambil contoh dari Institut Teknologi Telkom, maka visinya adalah:

Visi

Menjadi perguruan tinggi berkelas Internasional yang unggul di bidang Infokom dan menjadi agen perubahan dalam membentuk insan cerdas dan kompetitif.

Yang merupakan keinginan Institut Teknologi Telkom untuk meraih cita-cita masa depan, yaitu mempunyai kelas tingkat dunia, bukan lagi hanya berfikir di Indonesia saja, namun sampai mempunyai kualitas yang diakui di tingkat dunia. Namun tanpa menghilangkan ciri khas Institut Teknologi Telkom, yaitu fokus pada bidang TIK (Infokom, ICT), dan tak lupa keluarannya harus pula mampu menjadi agen perubahan dimanapun dia berada, dan siap bersaing dengan kondisi globalisasi.

Visi ini kemudian dinyatakan dalam bentuk yang lebih, agak operasional, yaitu misi. Sebagai penjabaran Visi yang telah dicanangkan. Meraih cita-cita dengan dasar kemampuan yang telah dimiliki.

Misi

a. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian dalam bidang infokom

b. Mengembangkan pengetahuan dan inovasi di bidang Infokom.

c. Mengembangkan sumber daya profesional di bidang Infokom.

d. Membangun sinergi dengan industri/ institusi Infokom dalam dan luar negeri

Nah, kedua serangkai Visi-Misi dijabarkan lebih rinci lagi sampai tahap operasional yaitu tujuan strategis dan Rencana Jangka Panjang/ RJP (yang beberapa lembaga yang menggunakan istilah yang hampir sama, seperti Rencana Induk Pengembangan/ RIP).

Dari RJP turunlah program-program untuk mencapai Visi-Misi, yang lebih operasional yang disebut Pelita (kalau jaman Orde Baru, di IT Telkom menggunakan istilah Reneta/ Rencana Empat Tahun sesuai dengan masa kuliah mahasiswa S1). Nah, yang bisa diajukan ke dalam PHK adalah sebagian dari Reneta-RJP, harapannya dengan bantuan pendanaan dari Dikti pencapaian Visi-Misi dapat lebih cepat diraih.

Inilah keinginan Dikti untuk memberdayakan Perguruan Tinggi, sehingga bangsa Indonesia mempunyai kualitas yang lebih baik, mempunyai daya saing, pendidikan mampu memenuhi tuntutan dunia kerja/ industri, perguruan tinggi pun secara kelembagaan mampu menjadi organisasi yang otonom. Hal ini, karena kesadaran dari para ahli, adanya pergeseran dari keunggulan suatu bangsa, dahulu bangsa disebut unggul jika bangsa tersebut mempunyai sumber daya yang hebat dan banyak, namun saat ini akan bergeser menjadi suatu bangsa unggul, apabila SDM-nya unggul pula.

Kalau kemudian ada penyelewengan hibah ini, maka sudah menjadi kewajaran dari negeri ini, misalnya yang terasa adalah yang menerima adalah perguruan tinggi yang dikenal oleh Dikti saja, atau Yayasan (Pemilik Perguruan Tinggi Swasta) malah yang amat berminat untuk maju, karena dana yang cukup besar, dst.

No comments:

Post a Comment