Memang, aturan yang bersifat teknis bukanlah hasil langsung dari Firman Allah. Misalkan biaya Perjalanan Dinas sebesar Rp 150.000,- per hari jelas bukan hasil langsung dari Firman Allah, melainkan turunan yang ke berapa dari Firman Allah, dengan catatan jika aturan ini memang didasarkan dari aturan Allah.
Di Indonesia yang aku kenang dari seorang rekan yang saat itu sedang bermain di Perguruan Tinggi tempat aku menimba ilmu, muncul anekdot: "Aturan dibuat untuk dilanggar". Menyedihkan bagiku jika aturan dibuat dengan sengaja untuk dilanggar. Mestinya aturan dibuat untuk ditaati sehingga teraturlah kondisi suatu tempat yang telah menetapkan aturan tersebut.
Biasanya yang bisa melakukan dan menjalankan aturan yang utama adalah para pimpinan, bukan hanya sekedar untuk bawahan. Ketika aturan sudah ditetapkan bukanlah untuk kembali diubah, kecuali memang untuk forum yang memang menghendakinya. Artinya memang agenda yang dibawa adalah untuk mengubah aturan.
Dalam hal pelaksanaan tentunya aturan digunakan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, tidak boleh sebuah aturan diubah saat pelaksanaan, walaupun karena 'rasanya' tidak logis. Dalam hal pelaksana tidak mungkin kita mempertanyakan kok aturannya begini sih... bisakah diubah? Nggak bisa hal ini dilakukan. Jika mau dilakukan pengubahan aturan ya... saat membuat perubahan aturan...
Saat minggu yang lalu (17Juli sampai dengan 22 Juli 2007) ada dua aturan yang diubah ditengah jalan. Yang pertama aturan yang telah ditetapkan oleh Yayasan Pendidikan Telkom, yang dianalisis oleh seorang Pimpinan dianggap aturan tersebut tidak logis, sehingga harus dilanggar. Marah aku melihat hal ini, nyaris aku pundung tidak mau berangkat ke Lampung. Namun mengingat aku berangkat bukan hanya membawa nama diri pribadi, namun juga aku membawa nama STT Telkom, dan setelah ditelpon oleh Boss yang mengancam akan dipecat, akhirnya aku merelakan diri berangkat, walaupun dongkol hati belum terasa sirna.
Memang, aku memikirkan efek, jika aku tidak hadir sudah pasti proposal Jambore IT tidak akan sampai ke tangan Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, yang berakibat nama STT Telkom dipandang berbohong, karena tak juga mengumpulkan proposal yang sudah dijanjikan sebelumnya, ketika Penandatanganan Kontrak PKM (Program Kreatifitas Mahasiswa). Nyaris aku melakukan hal itu: Aku tidak mati, kalau STT Telkom mati.
Ada juga peran istri yang membuat aku luluh juga untuk berangkat. Padahal fisikku belumlah sehat, operasi gigi bungsu yang telah dilaksanakan pada hari Sabtunya (sebelum berangkat) ternyata tak juga baik kondisinya. Jadilah di Lampung tidak bisa konsentrasi terhadap kegiatan PIMNAS.
Kejadian yang kedua adalah Perkataan yang dikeluarkan oleh anggota Dewan Juri yang terhormat. Mestinya juri sadar bahwa Panduan PKM yang sudah digariskan dan sudah ditetapkan menjadi acuan yang utama, meskipun tidak terasa logis. Kelompok Susu Sari Biji Munggur, terkena masalah. Juri dengan gagah berani mengatakan tak selayaknya mahasiswa yang mengambil jurusan Teknik Telekomunikasi membuat PKMK (Kewirausahaan) mengurusi Susu, sehingga keluar kata-kata yang menurut saya tak ilmiah dan tak layak dikeluarkan oleh seorang juri terhormat di kancah Ilmiah PIMNAS. Mestinya juri membaca panduan dengan baik. Di Panduan PKM memang mahasiswa yang mengambil PKM Kewirausahaan tidak harus dari latar belakang ilmu yang dipelajarinya. Tetapi juri ngotot bahwa PKMK pun harus berdasarkan latar belakang yang dipelajarinya.
Logisnya begini Pak Juri (yang dari Gajah Duduk) manakah mungkin membuat PKMK BTS Terapung dengan dana hanya Rp6juta?
Semoga Indonesia semakin baik, dalam makna aturan yang telah ditetapkan jangan diubah lagi, cukup dilaksanakan saja, walaupun logika kita merasa tidak sesuai! Jika mau diubah, ubahlah di forum perubahan aturan! Jangan dipelaksanaan kegiatan!
24 July 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment