Minggu yang lalu, tanggal 2-3 Mei 2007, kami menyempatkan diri menengok kampung halaman. Kesempatan ini didapat berbarengan dengan meninggalnya orang tua dosen Teknik Elektro, yang rumahnya di Kudus. Kami berta'ziyah sekitar jam 16 di Kudus pada hari Rabu, 2 Mei 2007. Sebuah rumah dengan halaman yang luas, namun berkesan cukup tua. Di rumah ini ada 11 putra-putri, sungguh ramai.
Saya bersama Pak Wiyono pulang kampung dengan mengendarai Si Nia merahku. Berangkat Rabu jam 03.30 dari rumah Pak Wiyono di kompleks Cijambe Indah.
Cerita-cerita menarik mengenai pribadi beliau, terungkap dengan lancarnya. Bagaimana beliau berjuang dari underdog menjadi seseorang yang membuat banyak pihak terbelalak. Bayangkan, sampai di kelas 2 SMA, dia masih seenaknya sendiri sekolah, hampir setiap hari Sabtu dipakainya untuk melalang buana, naik turun gunung, atau ngelayap entah kemana, yang beliau tidak masuk sekolah.
Tentulah dengan kondisi yang demikian ini, nilai-nilai mata pelajaran amat hancur. Langgananlah bahasa Indonesia di bawah 6, dst.
Namun perubahan memang tak dinyana, di bawah asuhan guru yang suka merokok dan terkenal menakutkan, beliau mampu bangkit. Pelajaran Kimia dari kelas satu sampai dengan kelas tiga dibabat habis diakhir waktu sekolah SMA. Begitupun biologi dibabat dengan cara: merekam suaranya di kaset, dan menjelang tidur, didengarkannya sambil tiduran. Palajaran bahasa Inggris pun tak luput ditingkatkannya dengan momentum yang amat sangat mengharukan, saat ini nilai TOEFL beliau di atas 525, padahal pelajaran sampai menjelang kebangkitannya hanyalah di bawah 6 nilai raportnya. Sungguh mencengangkan.
Guru tersebut memang luar biasa pengabdiannya, beliau perokok berat, dalam satu pertemuan belajar, tak kurang 3-4 linting rokok beliau hisap habis. Tetapi daya membangkitkan siswa-siswa yang kurang beruntung semacam Pak Wiyono, memang menakjubkan. Beliau bersedia memberikan private di rumahnya setelah acara sekolah selesai, gratis pula. Saya nggak kebayang Pak Wiyono saat itu sanggup membayar private-nya.
Kebangkitan tersebut mengantarkan beliau untuk lulus ujian masuk perguruan tinggi Gajah Duduk Bersila (GDB). Banyak orang tercengang mengetahui beliau bisa lolos masuk GDB. Tidak percaya! Bahkan guru-gurunya saat itu pada kondisi saat ini. Bagaimana seorang siswa yang ogah-ogahan sekolah tiba-tiba melejit, menyentak.
Dan beliau saat ini kerja di STT Telkom mendapat predikat terbaik saat acara assessment para calon pejabat kampus STT Telkom, pada awal tahun 2007 ini.
Saya menyempatkan diri mengantar beliau sampai di rumah orang tuanya. Sungguh biaya sekolah beliau di Bandung ternyata tidak sedikit jika dikonversi saat ini, bayangkan beliau bisa sekolah di GDB, orang tuanya harus menjual tanahnya (yang saat ini tanah yang mirip dengan tanah tersebut laku dijual 300juta). Saat-saat beliau menjelang lulus dari GDB ternyata, rumah orang tuanya dijual kembali, dan hanya menyisakan dapur saja.
Dari sisi lokasi tidak sejauh rumah Heri Markoneng. Jalan dari Pati ke arah Tayu, ada pertigaan yang jika diikuti ke kiri maka sampai Tayu, sedangkan rumah orang tua Pak Wiyono ke kanan. Belokan ini tajam, berbahaya, jika dari arah Pati ke jalan menuju rumah orang tua Pak wiyono, pandangan ke kiri tertutup. Sekitar setengah kilometer dari jalan raya ini, sampai di rumah Pak Wiyono.
Ayo bangkit!
11 May 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment