14 May 2007

Menemukan Cita-cita Diri

Saya berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja, tidak kaya, tidak miskin. Bapakku pegawai negeri sipil bekerja di bagian administrasi tata usaha SMA Negeri di Pati, pangkat terakhir beliau menjelang pensiun adalah golongan 2A. Ibuku bekerja membuka warung untuk kebutuhan sehari-hari, di warung ada minyak tanah, gula pasir, pasta gigi, dll.

Bapakku terkenal sebagai santri di lingkungan rumah, karena beliau rajin melaksanakan sholat lima waktu, saat itu orang yang melaksanakan sholat waktu di lingkungan rumah tinggal kami amat sedikit, bahkan sampai saat ini. Beliau bisa membaca Al-Qur’an.

Ketika kecil, saya belajar mengaji di langgar (musholla) pada saat bulan puasa, biasanya akan mengaji dengan menggunakan metode menghafal huruf Arab, alif ba ta sa jim ... Rasanya saya tidak berhasil tammat belajar membaca Al-Qur’an. Sehingga saya sholat, bukan karena saya bisa membaca Al-Qur’an tetapi akibat menghafal yang memang diajarkan pada saat mengaji. Karena hafal, bukan karena bisa membaca.

Ketika merasa ada tuntutan untuk bisa membaca, saya membaca buku petunjuk sholat yang selain ada tulisan Arabnya terdapat pula tulisan dalam huruf latin, tetapi berbahasa Arab, semacam tulisan ini: bismillahir rahman nir rahiim.

Saya menetapkan untuk melaksanakan sholat lima waktu, ketika berada di kelas 6 SD. Entahlah, tiba-tiba bangkit untuk melaksanakannya. Dan tekad telah dikumandangkan.

Ketika di SMA, saya mulai membaca Al-Qur’an yang ada tulisan latin-nya. Seingat saya mushaf ini diterbitkan di Bandung. Jadi, selain ada tulisan Arab, ada tulisan latin dalam bahasa Arab. Tentunya lafaz yang saya ucapkan tidak benar 100%, sampai saat ini ada beberapa lafaz yang apabila dinilai oleh yang ahli, akan dikatakan kurang tepat.

Kegiatan membaca ini saya lakukan hampir setiap hari, dengan suara yang lantang, tanpa peduli mengganggu atau tidak pada lingkungan sekitar, biasanya waktunya setelah sholat Maghrib hingga Isya’, tidak peduli lafaz benar atau salah, yang penting membaca. Aku baca pula terjemahnya.

Perjalanan hidup, memang siapa yang tahu. Perilaku membaca ini ternyata berbuah semangat untuk mengetahui arti bacaan sholat. Dan aku baca: ihdinashshirotol mustaqiim, dst: Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat, bukan jalan-jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan pula jalan-jalan orang-orang yang sesat. Terbentur, terperangah, menghujam ke dalam diri. Aku lihat, aku saksikan, aku dengar, kondisi lingkungan memang seperti jalan yang kedua dan ketiga. Kebanyakan dalam lingkungan kami, kawin dulu baru menikah, mengadu nasib dengan berjudi adalah kegiatan yang biasa saja, mabuk, dll. Aku bangkit, tidaaaak! Aku harus meraih jalan yang pertama.

Menjelang kelas tiga SMA, akhir dari kelas dua SMA, ketika lebaran telah tiba, seperti biasa orang-orang sungkem pada orang tua, dan seperti biasanya pula mereka akan meminta maaf pada orang tua. Aku telah bertekad! Saat sungkem itu, aku bukan meminta maaf, namun dengan berlinang air mata (padahal kakak-kakakku tidak ada yang menangis saat sungkem): “Wahai ayahanda, aku memohon dengan sangat, do’akanlah aku agar menemukan jalan yang lurus, jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, bukan jalan orang-orang dimurkai, bukan pula jalan orang-orang yang sesat”. Mengucur deras air mataku, ketika aku meminta permohonan ini. Bapakku menekan kepalaku dalam dekapannya, aku dengar kakak-kakakku tertawa, tetapi aku tidak peduli.

Ya, Allah, tekad itu telah aku canangkan sejak akhir kelas dua SMA. Ya, Allah, selamatkanlah aku di dunia dan di akhirat kelak, selalu dalam jalan yang lurus, dalam nikmat-MU. Ampunilah kami Ya Allah...

2 comments:

  1. wah historical sekali pak...
    emang Allah SWT bisa membalik-balikkan semua takdir yah telah dibuatnya Ar-Ra'du : 39

    //br
    Teuku Mifdhal Fadhly

    ReplyDelete
  2. Tak ada seorang pun manusia yang tahu takdirnya. Yang ada adalah usaha yang sungguh-sungguh sebelum ketahuan takdir itu seperti apa.

    Ayo bangkit!

    Jangan menunggu takdir, songsong saja!

    ReplyDelete