Ada tulisan saya di e-mail yang cukup baik menurutku. Tentunya sebagian yang baca akan kesulitan kok tiba-tiba begini kalimatnya. Intinya adalah keinginan untuk meningkatkan kemampuan SDM di Indonesia, dengan ide awal adanya calon-calon mahasiswa yang punya prestasi bagus di dunia perlombaan (misalnya Olimpiade Sains, dst) yang tentunya karena waktu yang tak mencukupi bagi mereka untuk belajar secara normal, maka dibutuhkan pendekatan lain. Walaupun pembahasan dibuat lebih melebar lagi. Silakan dibaca dan dikomentari:
Begini Bang Kemas, dia (beliau) "tidak runut dalam pola pikir dengan menggunakan pengetahuan sebelumnya". Ada penekanan "pengetahuan sebelumnya", nah, kemungkinan besar matapelajaran matematika di SMA sangat/ kurang dipahami, akibatnya: "pengetahuan sebelumnya" kosong atau lebih sopannya nyaris tidak ada, sehingga begitu masuk IT Telkom (hehhhh saat itu STT Telkom), maka beliau terlalu berat (bahasa Jawa-nya, kan Bang Kemas mau dengan orang Jawa ya...?) keponthal-ponthal.
Mestinya IT Telkom mulai melakukan kegiatan pembelajaran dengan system cluster pula, sehingga bagi yang mempunyai kemampuan dasar yang bagus dan/ atau cukup dimasukkan ke kelas yang biasa, sedangkan yang mempunyai kemampuan yang kurang dimasukkan ke kelas yang kurang. Atau malah dibagi tiga, ditambah yang sangat bagus, bisa langsung loncat, inilah calon-calon Sarjana S1 yang lulus dalam 3 tahun atau kurang. Sehingga IT Telkom mempunyai ciri khas sebagai Perguruan Tinggi yang menerapkan zero DO. Semua mahasiswa yang masuk akan keluar dalam jumlah yang sama, yang membedakan adalah seberapa cepat mereka lulus. Nah, mungkin ini bisa menjadi ide untuk membuat proposal lengkap dari tim-nya Pak ALY, "Penelitian untuk Meningkatkan Materi Pengajaran"
Dan persoalan yang demikian itu, benar-benar bukan persoalan BK, karena saya masih komit dengan pembagian, SKS dan non SKS. BK harus mengurusi bagian yang tidak ada SKS-nya, yang lebih luas cakupannya, dan lebih tak terstruktur dibanding unit yang akademik. Unit akademik sudah ada garis-nya minimal path kasarnya, yang dinyatakan dalam kurikulum, namun di BK, masih remang-remang, dan lebih luas cakupannya, karena non SKS (non akademik), tentunya yang diurus di luar akademik, jelas jauh lebih banyak, dan lebih tidak terstruktur. Mulai dari menuntun mahasiswa yang sulit berbicara, sampai menangani mahasiswa yang kebanyakan berbicara (nerocos tanpa henti). Mulai dari yang amat sopan, sehingga tak mampu berbuat banyak, karena selalu dibatasi oleh pemikiran: "ini sopan nggak ya..." sampai dengan mahasiswa yang berbuat semau gue tanpa batas kesopanan. Mulai dari mahasiswa yang tidak mau bergaul hingga yang kebanyakan gaul. Mulai dari mahasiswa yang suka menyendiri sampai dengan mahasiswa yang terus berkumpul tanpa kenal waktu. Mulai mahasiswa yang tak tahu organisasi sampai dengan mahasiswa yang isinya hanya organisasi doing. Tempatkan mereka sesuai pada tempat dan tingkatnya. Wah, ini bisa menjadi ide bagi tim PHK: Good University Governance.
Terus masalah pembiayaan. Dikti dalam hal ini PHK Institusi memang menekankan perlunya pencarian dana selain tuition fee. Selain itu Dikti juga menekankan perlunya membuat segmentasi mahasiswa berdasarkan ekonomi pula, harus ada target dari institusi perguruan tinggi untuk menerima mahasiswa dari kalangan ekonomi rendah. Lho, kok semua jadi saling terkait. Iya dong!!! Ayo kita buat proposal lengkap PHK Institusi.
Ayo silakan diteruskan diskusinya...
Bagus .... Bagus ... Bagus ....
14 November 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
haduw...
ReplyDeletemboten ngertos maksudipun....
radi lemot...
hehehehe....
Selama ini mahasiswa tahun pertama dikelompokkan per program studi, padahal tahun pertama biasanya hanya sekedar mengulang pelajaran di SLTA, maka perlakuan yang mestinya dilakukan, bukan per program studi tetapi per kemampuan mahasiswa baru ini.
ReplyDeleteDalam tulisan ini nantinya, bukan kelas IF-32-01 tetapi kelas dengan kemampuan sangat baik, baik, dan cukup.