27 May 2007

Pemimpin Jujur

'Sudah saatnya kejujuran memimpin negeri ini' dinyanyikan Frankie Sahilatua saat kampanye Pilpres 2004. Namun kenyataannya belum jadi kenyataan. Hal ini bisa dilihat dalam tulisan ini.

Dana Departemen Kelautan dan Perikanan (yang kemudian disingkat DKP) bergulir begitu cepat dan memperlihatkan kejujuran belum jadi kenyataan. Pernyataan yg satu dibantah oleh pernyataan yg lain, namun segera ada pihak yg menyatakan bantahan tadi tidak benar.

SBY menyatakan bahwa apa yang diungkap oleh Amien Rais sebagai fitnah besar. Namun ternyata ada orang yang mengaku tim suksesnya menyatakan menerima dana DKP. Walaupun orang ini kemudian dibantah bahwa dia bukan tim sukses.

Sudah banyak yg mengakui menerima dana DKP, sejak Amin Rais membuka masalah ini. Bergulir Shalahuddin Wahid mengakui menerima, bahkan orang Golkar yang biasanya begitu ulet untuk tidak mengakui masalah-masalah yang demikian ikutan
buka suara, Slamet Effendi Yusuf.

Guliran ini semoga membuka kejujuran yg sesungguhnya sehingga semakin nampak negeri ini, borok yang harus diterima, dan harus diperbaiki.

Pengorbanan beberapa jiwa mahasiswa dan orang-orang yg mencoba berbuat negeri ini pada kisaran tahun 1997 ternyata belumlah menemukan pemimpin yang jujur.

Dalam mitos Jawa, kepemimpinan yang sesungguhnya akan muncul diantara kekacauan yang berdarah-darah. Secara nyata mampu lihat, bagaimana negeri ini terus berdarah dan
berurai air mata.

Sejak Aceh tenggelam oleh tsunami, berganti, bergilir daerah menerima bencana demi bencana. Bermacam bencana menghinggapi daerah-daerah di negeri ini: gempa, banjir
bandang, namun di sisi lain terjadi kekeringan, tanah longsor, pesawat jatuh, kecelakaan kereta api, kebakaran satu kampung/ wilayah, TKI yang disiksa, TKI yang diusir dari negeri tetangga, lumpur yang muncrat tanpa henti, demam berdarah, bahkan cikungunya yang bukan penyakit dalam negeri, flu burung, petani yang menangis karena harga jual panennya amat rendah, persoalan tanah yang tak jelas juntrungannya (double sertifikat), pertambangan yang merusak lingkungan, gedung sekolah yang ambruk, kesenjangan ekonomi yang amat tinggi (di satu sisi orang tidur di lantai tanah di sisi lain bermewah tinggal di gedung berAC), gelombang pasang, abrasi (pengikisan pantai oleh air laut), rob (air laut masuk menggantikan air tawar), keracunan makanan secara massal, begitupun kerasukan massal, pengangguran dan kemiskinan yang meningkat.

Perbuatan-perbuatan negatif yang lain: korupsi semakin merajalela, narkoba menyebar merata bahkan sampai di tempat yang mestinya menjadi tempat taubat yaitu penjara
sekalipun, janji bantuan 30juta yang sebagian tak dipenuhi, posko-posko bantuan yang muncul hanya saat menjelang pemilihan, perampokan yang amat ganas dengan bersenjata
api, tahanan yang terpaksa harus melihat jenasah istrinya di rumah tahanan karena hakim sudah kehilangan rasa kemanusiaannya, bentrok antar warga dusun, bentrok antar
preman karena rebutan lahan kekuasaan, polisi/ petugas keamanan yang tak mampu mengendalikan massa yang beringas, ikutan menjatuhkan sanksi pada negara yang ingin
mendapatkan sumber energi listrik yang murah padahal negeri ini pun butuh sumber energi yang dimaksud, aparat keamanan yang belum mampu memberikan keamanan sehingga pedagang kecil harus memberikan dana keamanan pada pihak swasta. Dan terus hal ini terjadi.

Apakah bencana yang demikian banyak dan terus terjadi belum cukup berhasil menyadarkan bangsa ini? Belum cukupkah? Untuk memberikan kesadaran bahwa mestinya negeri ini dipimpin oleh pemimpin yang jujur.

Tinggal kesiapan bangsa ini untuk menerima kejujuran atau kenestapaan yang terlihat secara langsung maupun tak langsung. Siapkah bangsa ini menerima pemimpin yang jujur?
Yang sudah pasti akan membawa perubahan yang sangat drastis terhadap bangsa ini. Pemimpin yang jujur tak mungkin muncul, jika bangsanya/ warganya tidak mau menerima
kehadirannya.

Pengalaman akan kemunculan pemimpin yang jujur bisa dibaca laksana Daud yang ditolak para pemimpin yang lain, karena muncul dari warga yang tak terduga-duga, miskin bahkan cenderung tak pernah dikenalnya, namun apakah ini menghalangi kita dipimpin manusia yang demikian ini?

Ayo! Apakah kita tetap tidak ingin dipimpin oleh orang yang jujur, meskipun kita tak pernah mengenalnya dengan baik? Ayolah mari kita bermohon kepadaNYA, baik pagi, siang, sore, malam dan subuh. Ya, Allah berilah kami pemimpin yang jujur...

21 May 2007

TOFA 2007

Saya tidak hafal dengan singkatan dari TOFA 2007, namun saya tahu bahwa ini adalah rangkaian kegiatan yang diadakan oleh UKM DJAWA. Kegiatan tersebut diantaranya Lomba Foto, Pelatihan Membatik, Lomba Mewarnai, Upacara Pembukaan, dan pagelaran Gatotkoco.

Pada hari Minggu kemarin (20/05/2007) dilakukan kegiatan Upacara Pembukaan. Dan berkenan ketua STT Telkom, Bapak Husni Amani, membuka secara resminya kegiatan TOFA 2007 ini. Hadir saat pembukaan Direktur Kemahasiswaan dan Pengembangan Kompetensi serta Kepala Bagian Kemahasiswaan.

Anakku ikut lomba mewarnai dan dapat juara Harapan 1.

Ini beberapa foto saat acara pembukaan, hasil jepretan dengan menggunakan kamera digital SONY.







Dengan kegiatan yang berbau seni saya mengharapkan mahasiswa STT Telkom dapat mengolah seluruh kemampuan (potensi) yang diberikan oleh Yang Maha memberi, sehingga dapat bermakna dan berguna bagi kegiatan dan aktifitas pada suatu masa nanti. Manusia telah diberi panca indera: indera pendengaran, indera penglihatan, indera pengecap, indera peraba, dan indera pembau. Jelas dengan bentuk yang indah dan gerak yang menawan mengajari indra penglihatan untuk memainkan peran, dst. Tentunya jangan sampai panca indera ini menjadi dasar berlakunya satu hukum. Karenanya juga suatu cara menemukan kebenaran yang sejati.

14 May 2007

Menemukan Cita-cita Diri

Saya berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja, tidak kaya, tidak miskin. Bapakku pegawai negeri sipil bekerja di bagian administrasi tata usaha SMA Negeri di Pati, pangkat terakhir beliau menjelang pensiun adalah golongan 2A. Ibuku bekerja membuka warung untuk kebutuhan sehari-hari, di warung ada minyak tanah, gula pasir, pasta gigi, dll.

Bapakku terkenal sebagai santri di lingkungan rumah, karena beliau rajin melaksanakan sholat lima waktu, saat itu orang yang melaksanakan sholat waktu di lingkungan rumah tinggal kami amat sedikit, bahkan sampai saat ini. Beliau bisa membaca Al-Qur’an.

Ketika kecil, saya belajar mengaji di langgar (musholla) pada saat bulan puasa, biasanya akan mengaji dengan menggunakan metode menghafal huruf Arab, alif ba ta sa jim ... Rasanya saya tidak berhasil tammat belajar membaca Al-Qur’an. Sehingga saya sholat, bukan karena saya bisa membaca Al-Qur’an tetapi akibat menghafal yang memang diajarkan pada saat mengaji. Karena hafal, bukan karena bisa membaca.

Ketika merasa ada tuntutan untuk bisa membaca, saya membaca buku petunjuk sholat yang selain ada tulisan Arabnya terdapat pula tulisan dalam huruf latin, tetapi berbahasa Arab, semacam tulisan ini: bismillahir rahman nir rahiim.

Saya menetapkan untuk melaksanakan sholat lima waktu, ketika berada di kelas 6 SD. Entahlah, tiba-tiba bangkit untuk melaksanakannya. Dan tekad telah dikumandangkan.

Ketika di SMA, saya mulai membaca Al-Qur’an yang ada tulisan latin-nya. Seingat saya mushaf ini diterbitkan di Bandung. Jadi, selain ada tulisan Arab, ada tulisan latin dalam bahasa Arab. Tentunya lafaz yang saya ucapkan tidak benar 100%, sampai saat ini ada beberapa lafaz yang apabila dinilai oleh yang ahli, akan dikatakan kurang tepat.

Kegiatan membaca ini saya lakukan hampir setiap hari, dengan suara yang lantang, tanpa peduli mengganggu atau tidak pada lingkungan sekitar, biasanya waktunya setelah sholat Maghrib hingga Isya’, tidak peduli lafaz benar atau salah, yang penting membaca. Aku baca pula terjemahnya.

Perjalanan hidup, memang siapa yang tahu. Perilaku membaca ini ternyata berbuah semangat untuk mengetahui arti bacaan sholat. Dan aku baca: ihdinashshirotol mustaqiim, dst: Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat, bukan jalan-jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan pula jalan-jalan orang-orang yang sesat. Terbentur, terperangah, menghujam ke dalam diri. Aku lihat, aku saksikan, aku dengar, kondisi lingkungan memang seperti jalan yang kedua dan ketiga. Kebanyakan dalam lingkungan kami, kawin dulu baru menikah, mengadu nasib dengan berjudi adalah kegiatan yang biasa saja, mabuk, dll. Aku bangkit, tidaaaak! Aku harus meraih jalan yang pertama.

Menjelang kelas tiga SMA, akhir dari kelas dua SMA, ketika lebaran telah tiba, seperti biasa orang-orang sungkem pada orang tua, dan seperti biasanya pula mereka akan meminta maaf pada orang tua. Aku telah bertekad! Saat sungkem itu, aku bukan meminta maaf, namun dengan berlinang air mata (padahal kakak-kakakku tidak ada yang menangis saat sungkem): “Wahai ayahanda, aku memohon dengan sangat, do’akanlah aku agar menemukan jalan yang lurus, jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, bukan jalan orang-orang dimurkai, bukan pula jalan orang-orang yang sesat”. Mengucur deras air mataku, ketika aku meminta permohonan ini. Bapakku menekan kepalaku dalam dekapannya, aku dengar kakak-kakakku tertawa, tetapi aku tidak peduli.

Ya, Allah, tekad itu telah aku canangkan sejak akhir kelas dua SMA. Ya, Allah, selamatkanlah aku di dunia dan di akhirat kelak, selalu dalam jalan yang lurus, dalam nikmat-MU. Ampunilah kami Ya Allah...

11 May 2007

Kebangkitan Seorang Anak Desa

Minggu yang lalu, tanggal 2-3 Mei 2007, kami menyempatkan diri menengok kampung halaman. Kesempatan ini didapat berbarengan dengan meninggalnya orang tua dosen Teknik Elektro, yang rumahnya di Kudus. Kami berta'ziyah sekitar jam 16 di Kudus pada hari Rabu, 2 Mei 2007. Sebuah rumah dengan halaman yang luas, namun berkesan cukup tua. Di rumah ini ada 11 putra-putri, sungguh ramai.

Saya bersama Pak Wiyono pulang kampung dengan mengendarai Si Nia merahku. Berangkat Rabu jam 03.30 dari rumah Pak Wiyono di kompleks Cijambe Indah.

Cerita-cerita menarik mengenai pribadi beliau, terungkap dengan lancarnya. Bagaimana beliau berjuang dari underdog menjadi seseorang yang membuat banyak pihak terbelalak. Bayangkan, sampai di kelas 2 SMA, dia masih seenaknya sendiri sekolah, hampir setiap hari Sabtu dipakainya untuk melalang buana, naik turun gunung, atau ngelayap entah kemana, yang beliau tidak masuk sekolah.

Tentulah dengan kondisi yang demikian ini, nilai-nilai mata pelajaran amat hancur. Langgananlah bahasa Indonesia di bawah 6, dst.

Namun perubahan memang tak dinyana, di bawah asuhan guru yang suka merokok dan terkenal menakutkan, beliau mampu bangkit. Pelajaran Kimia dari kelas satu sampai dengan kelas tiga dibabat habis diakhir waktu sekolah SMA. Begitupun biologi dibabat dengan cara: merekam suaranya di kaset, dan menjelang tidur, didengarkannya sambil tiduran. Palajaran bahasa Inggris pun tak luput ditingkatkannya dengan momentum yang amat sangat mengharukan, saat ini nilai TOEFL beliau di atas 525, padahal pelajaran sampai menjelang kebangkitannya hanyalah di bawah 6 nilai raportnya. Sungguh mencengangkan.

Guru tersebut memang luar biasa pengabdiannya, beliau perokok berat, dalam satu pertemuan belajar, tak kurang 3-4 linting rokok beliau hisap habis. Tetapi daya membangkitkan siswa-siswa yang kurang beruntung semacam Pak Wiyono, memang menakjubkan. Beliau bersedia memberikan private di rumahnya setelah acara sekolah selesai, gratis pula. Saya nggak kebayang Pak Wiyono saat itu sanggup membayar private-nya.

Kebangkitan tersebut mengantarkan beliau untuk lulus ujian masuk perguruan tinggi Gajah Duduk Bersila (GDB). Banyak orang tercengang mengetahui beliau bisa lolos masuk GDB. Tidak percaya! Bahkan guru-gurunya saat itu pada kondisi saat ini. Bagaimana seorang siswa yang ogah-ogahan sekolah tiba-tiba melejit, menyentak.

Dan beliau saat ini kerja di STT Telkom mendapat predikat terbaik saat acara assessment para calon pejabat kampus STT Telkom, pada awal tahun 2007 ini.

Saya menyempatkan diri mengantar beliau sampai di rumah orang tuanya. Sungguh biaya sekolah beliau di Bandung ternyata tidak sedikit jika dikonversi saat ini, bayangkan beliau bisa sekolah di GDB, orang tuanya harus menjual tanahnya (yang saat ini tanah yang mirip dengan tanah tersebut laku dijual 300juta). Saat-saat beliau menjelang lulus dari GDB ternyata, rumah orang tuanya dijual kembali, dan hanya menyisakan dapur saja.

Dari sisi lokasi tidak sejauh rumah Heri Markoneng. Jalan dari Pati ke arah Tayu, ada pertigaan yang jika diikuti ke kiri maka sampai Tayu, sedangkan rumah orang tua Pak Wiyono ke kanan. Belokan ini tajam, berbahaya, jika dari arah Pati ke jalan menuju rumah orang tua Pak wiyono, pandangan ke kiri tertutup. Sekitar setengah kilometer dari jalan raya ini, sampai di rumah Pak Wiyono.

Ayo bangkit!