16 March 2007

Membangun softskill melalui Masjid

Telah lama ternyata saya tidak menulis di blog ini, padahal ada dua tulisan yang nyaris selesai ditulis. Ini salah satunya.

Softskill sudah semakin digandrungi oleh pengguna lulusan Peguruan Tinggi. Tak bisa dipungkiri para pengguna menginginkan tenaga kerja yang masuk ke industri, harus
mempunyai kemampuan lebih dari sekedar kemampuan formal di pekerjaannya.

Memang industri pasti menginginkan tenaga kerja yang bekerja harus mempunyai kemampuan teknis yang sesuai dengan bidangnya. Petugas perencana jaringan, jelas harus mampu membuat rencana jaringan. Begitupun petugas bagian pemasaran harus mempunyai kemampuan yang cukup sehingga mampu menjual produk-produk yang dihasilkan oleh industri tersebut.

Namun selain itu, pegawai harus mempunyai kemampuan untuk menyampaikan ide-ide brilian yang akan menghasilkan tambahan inovasi baru bagi terus berkembangnya industri tersebut. Kemampuan menyampaikan ide adalah kemampuan dasar teknik berkomunikasi, tak ada gunanya ide cemerlang, jika tidak mampu menyampaikannya dengan baik. Jika menyampaikannya sembarangan, misalkan dengan cara menjatuhkan ide yang lain, jelas akan membuat pemiliki ide yang dijatuhkannya akan tersinggung, sehingga akan membangun kebencian dari pegawai lain, sedangkan dalam satu perusahaan adalah satu kesatuan, jika terbangun kelompok-kelompok yang saling bersaing tentunya dapat
membuat tidak efektifnya organisasi di perusahaan tersebut.

Softskill yang diungkapkan oleh Direktur PAK pada saat Sarasehan PR/PK/PD bidang Kemahasiswaan pada PIMNAS 2006 di UMM meliputi, tiga hal, yaitu:
1. Leadership
2. Lifeskill
3. Communication skill

Kawah candradimuka mengolah ketiga hal di atas tentunya dapat dilakukan di Masjid, sebagai pusat kegiatan Ummat Islam. Masjid yang sebagaimana dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW, bukan hanya sekedar menjadi tempat sholat, namun juga tempat menggembleng para kader Islam, tempat berlatih menghadapi segala permasalahan ummat, tempat mendiskusikan langkah-langkah menuju perbaikan ummat. Sehingga memang harus ada perubahan-perubahan yang mesti dilakukan di kalangan ummat Islam sendiri.

Kesan yang selama ini bahwa Masjd tertutup dari kegiatan-kegiatan yang bersifat keduniawian, haruslah digeser. Kegiatan yang bersifat keduniawian harus digeser
menjadi kegiatan keduniawian yang dapat dipertanggungjawabkan di akhirat kelak, yang artinya kegiatan dunia yang berakhir di akhirat dengan baik.

Ketundukkan yang ditunjukkan oleh orang-orang di Masjid harus dibawanya bukan hanya di Masjid saja, namun sampai keluar Masjid dalam kehidupan sehari-hari.

Masjid tidak hanya menjadi sufi-sufi yang takut dengan dunia. Namun harus mampu menghadirkan sosok-sosok pemimpin yang tahu dunia, dan dia mampu menundukkan dunia tersebut. Sehingga warna kegiatan yang bersifat keduniawian menjadi ada nuansa ukhrowi, ada nuansa menuju keselamatan di dunia dan di akhirat kelak.

Masjid tidak bisa menjadi hanya sekedar tempat bersembunyinya orang-orang yang berlari dari dunia, karena takut tertelan oleh duniawi, tetapi terperosok menjadi
orang amat takut dengan dunia, laksana dunia lebih kuat dan lebih kokoh dibanding Allah Yang Maha Besar.

Karenanya Masjid pun wajar pula mendapatkan sarana komunikasi yang memadai sehingga peran masjid yang ingin mengirimkan berbagai gaya orang untuk berkecimpung di
duniawi tak kehilangan sentuhan duniawi, tetapi tetap dalam koridor kemasjidan.

No comments:

Post a Comment