22 November 2007

Link and Match

Konsep link and match telah dikumandangkan sejak tahun 1990-an. Saat itu wacana yang muncul Perguruan Tinggi hanya sekedar menyiapkan lulusan yang siap training, siap dimodifikasi, dan siap ditambahkan ilmu. Padahal tuntutan para pengguna lulusan Perguruan Tinggi adalah siap pakai, siap bekerja, dst. Intinya industri tidak ingin hanya sekedar terkena beban kembali, dengan biaya yang cukup tinggi, untuk selain memberi gaji pada karyawan juga harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk kembali melatih.

Memang perdebatan pun sengit terjadi banyak pihak yang berkomentar, konsep menyiapkan lulusan Perguruan Tinggi siap bekerja adalah nonsen dan tak mungkin terjadi. Dari pihak Perguruan Tinggi ternama pastilah tetap dengan gaya lama, yaitu menyiapkan para mahasiswa untuk setelah lulus, siap mengembangkan ilmunya dan mudah mengikuti keinginan pengguna untuk dilatih secara praktis. Kesannya bekerja adalah kegiatan amat teknis dan praktis saja. Padahal bekerja ada beberapa level mulai dari sangat teknis (mengetik, mengarsip, dll) hingga level strategis bagaimana membangun pasar, menciptakan image bahwa produk yang dihasilkan adalah sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Di sisi lain, produk dari Perguruan Tinggi menghasilkan sesuatu yang amat berharga dan bukan hanya sekedar kertas tanpa makna, yaitu produk kepakaran, produk pemikiran dan kerja laboratorium. Produk-produk ini masih sangat jarang dilirik oleh industri di Indonesia. Produk kepakaran yang sering dipakai adalah yang bersifat konsultatif. Tetapi produk hasil laboratorium belum di akomodasi dengan baik.

Kenyataan-kenyataan yang demikian ini mendorong diperlukannya kedekatan antara industri dengan Perguruan Tinggi, baik kedekatan dalam makna emosional maupun kedekatan dalam makna sejalannya pemikiran pengembangan Sumber Daya Manusia yang sesuai dan sepakat diminta dan dipenuhi oleh Perguruan Tinggi dan industri. Kedekatan tersebut dapat dibangun karena memang secara fisically memang dekat, membuat satu kawasan antara Perguruan Tinggi dengan Industri, maupun dalam makna komunikasi yang cukup intens.

Memang semua ini hanya mungkin dicapai melalui komunikasi yang terus menerus, sedangkan dari industri pun tak ragu untuk meminta ke Perguruan Tinggi. Sedangkan dari Perguruan Tinggi tak ragu pula untuk mendatangi industri. Memberikan berbagai kemampuan yang ada, mampu menyampaikan berbagai kemampuan yang dibutuhkan.

Contoh dari negeri jiran, yang melaksanakan konsep link and match antara Perguruan Tinggi dengan industri adalah UPM (Universiti Putra Malaysia, dulunya Pertanian) dengan Sightech (Significant Technologies sdn bhn). UPM berhasil dengan risetnya mengembangkan device yang menambah kinerja dari Fiber Optic menjadi berkali lipat, sedangkan Sigtech memproduksi menjadi barang yang dapat diproduksi secara massal.

Kedekatan yang bermakna demikian inilah yang mesti diwujudkan, bukan hanya sekedar diperbincangkan, dan didiskusikan.

Dalam kaitan yang demikian inilah STT Telkom terus mendekati industri dan beberapa industri pun menghampiri STT Telkom. Untuk menjalin komunikasi yang baik, sehingga dapat dicapai kesepahaman yang setara dan saling memahami. Industri hadir dalam bentuk kegiatan executive gathering untuk memberikan masukan apa yang dibutuhkan oleh mereka. Mereka (industri) tidak hanya butuh hardskill (kemampuan technical) saja, melainkan pula kemampuan softskill yang bermakna bagaimana membangun hubungan inter dan intra personal juga. Di pihak lain, STT Telkom pun merancang dibentuknya techno park suatu kawasan industri dan/ atau kegiatan administrasinya (office) yang masih menyatu dengan STT Telkom. Beberapa industri yang sudah menyatakan minatnya untuk mengisi kawasan ini adalah: Jasnita Telekomindo, dan Sigtech Malaysia. Semoga konsep kesatuan dalam bentuk istilah link and match dapat terwujud di STT Telkom. Semoga...

No comments:

Post a Comment