17 September 2007

Bekerjasama

Saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional APTIKOM (Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan Komputer) di Bali pada akhir bulan Agustus dan awal bulan September 2007 (31, 1, dan 2), Bapak Iwan Dermawan, Direktur Akademik Ditjen Dikti Depdiknas, mengungkapkan:
Dalam sebuah pertemuan yang dihadiri oleh pejabat-pejabat Pendidikan se ASEAN, beliau duduk berdampingan dengan wakil dari Singapore. Beliau berbincang dengan wakil Singapore tersebut, Indonesia tidak akan kalah dengan Singapore dalam hal kemampuan akademik, jika bermain satu lawan satu. Memang jika bermain secara tim, maka Indonesia akan kalah. Inilah karakter orang Indonesia, sulit untuk bermain secara cantik dalam satu tim yang kokoh, padahal kemampuan individualnya amat tinggi. Bukankah kita bisa lihat beberapa orang yang mampu memenangkan pertandingan di tingkat dunia? Contohnya Olimpiade Fisika maupun Olimpiade Informatika.
Dan tanpa jawaban pun sebenarnya Singapore telah mengakuinya, informasi yang saya peroleh dari pengurus Tim Olimpiade Matematika, bahwa para pemenang Olimpiade Sains yang diselenggarakan setiap tahun, mereka langsung ditawari beasiswa oleh NUS, padahal mereka adalah generasi potensial yang siap untuk bermain pada beberapa tahun mendatang. Singapore hanya memberikan ikatan dinas sampai usia 30tahun.

Ini pula salah satu kelemahan, mengapa bangsa Indonesia tak mampu melepaskan diri dari kondisi krisis yang terus pula terjadi hingga saat ini: kemiskinan yang semakin banyak, pengangguran yang meningkat, korupsi yang terus membumi, ketidakpercayaan industri tingkat dunia untuk investasi di Indonesia, pelecahan orang Indonesia di negara lain.

Ada satu kisah lagi, kisah sedih bagaimana orang-orang pintar Indonesia (orang berpendidikan) berkolaborasi untuk membuat tandon air. Di sebuah perguruan tinggi yang sudah amat terkenal di seantero pelosok Indonesia, para ahli berkumpul untuk membangun penampungan air yang diletakkan di atas. Ternyata butuh waktu bertahun-tahun (nyaris 3tahun) agar tandon air itu diputuskan dibangun dengan desain yang mereka sepakati bersama. Dan setelah jadi bangunannya ternyata banyak orang yang kemudian mengatakan: lha wong hanya membangun tandon air yang begitu saja kok butuh waktu yang amat lama.

Inilah salah satu kelemahan kita sebagai bangsa Indonesia, semakin tinggi kemampuan akademiknya, semakin tinggi pula kesombongannya, semakin sulit membuat titik temu ide diantara mereka.

Didalam pertemuan membahas kurikulum Perguruan Tinggi, sang peserta pertemuan yang saat itu, diminta menjadi pembicara di STT Telkom, mengungkapkan hal yang mirip juga, interupsi, penyamaan persepsi tentang istilah bisa menembus waktu nyaris 2 hari 2 malam, tidak selesai juga, selesainya bukan karena mencapai titik temu, tetapi karena batas waktu sewa ruangan di hotel, sudah habis.

Lantas, mana mungkin bangsa Indonesia mampu memjadi bangsa yang besar, jika para cerdik pandai di Indonesia, tak mampu mencari titik temu, titik-titik yang selalu dicari adalah perbedaan demi perbedaan, sehingga biaya jutaan rupiah habis, bukan dalam makna selesainya pembahasan, tetapi karena sudah habis dananya. Rasanya tidak akan mungkin bangsa Indonesia menyelesaikan masalah yang masih terus mengakangi jika kemampuan bekerjasama tidak bisa ditumbuhkan.

Makanya ada juga pendapat yang muncul sebelum masa Suharto menyatakan berhenti, yaitu dibutuhkan pemimpin yang diktator yang baik, yang punya visi dan misi yang bukan hanya fatamorgana, tetapi memang benar-benar nyata dan realistis.

Tentu, bukan ditunggu pemimpin yang demikian ini, namun diupayakan dan disongsong. Semoga Ramadhan ini, kita mampu membuka diri, sehingga hijab yang menutupi kebenaran Ilahi dapat terbuka dan memberikan makna hidup yang sebenarnya.

1 comment:

  1. Menarik sekali tulisan ini, persis menggambarkan situasi riil. Saya prihatin karena melihat para pemimpin kita yang belum menunjukkan semangat kebersamaan dan kerja sama, masing-masing masih membawa benderanya sendiri.

    Sy berharap, semoga dunia pendidikan mampu mencetak para generasi muda yang tidak hanya pintar, tetapi juga bermoral dan memiliki semangat kerja sama demi bangsa dan negara.

    Salam
    Ary

    ReplyDelete