27 May 2009

Pemilihan Presiden

Tulisan ini adalah copy dari www.ittelkom.ac.id/staf/mhd karena pada blog tersebut amat lambat dibanding dengan pada blog alamat ini.

Walaupun secara resmi, waktu kampanye pemilihan presiden belum ditabuh, namun berbagai calon pres dan wapres mulai bergelayut menyampaikan berbagai pandangannya bagaimana mengelola negeri ini?

Dan sesuai dengan kengototan PDIP agar minimal Calon didukung oleh 20% suara, menghasilkan hanya tiga calon saja. Itupun sudah begitu ramai menampaki hari-hari ini dengan gempita tentang pencalonan tersebut. Cukup tiga calon! Sudah bisa mengharu biru, negeri ini.

Berbagai strategi telah disampaikan oleh para Calon dan para Pengawalnya (Tim Sukses). Mulai terlihat pula para capres saling melempar sesuatu yang dapat membuat kuping calon yang lain berkomentar.

Ketika tahun 2004, kerendah-hatian SBY begitu nampak. Namun pada hari-hari ini, terlihat jawaban-jawaban SBY terhadap statement para lawan politik mulai tak rendah hati lagi. Terasa getaran nada bicara, begitu jengkel. Wajah demikian tegang. Dan mulai memanas. Ah… dimana sejukmu wahai Bapak Presiden?

Di lain pihak, PKS pun mulai hati-hati (lebih tepatnya mulai ketakutan) kuatir SBY tak berhasil menjadi pemenang. Statement JK yang menyatakan: “Kami calon yang Islami. Lihatlah istri-istri kami berkerudung”. Membuat berbagai kalangan di PKS bisa pindah hati, karena kerudung. Tentunya kubu SBY harus pula memperhatikan tampilan fisik yang demikian ini. Jangan anggap suara ibu-ibu yang tak amat berpengaruh.

Sesuatu yang terasa aneh yang lain adalah beberapa sidang kabinet seperti melemparkan jauh-jauh peran dari Wakil Presiden. Terlihat dalam beberapa sidang kabinet JK tidak hadir. Lho kok aneh, negeri ini sudah tidak membutuhkan Wakil Presiden? Dimana perannya selama ini? Apakah keberangan SBY sudah sedemikian panas? Sehingga Wakil Presiden tak pernah lagi dihadirkan dalam sidang kabinet?

Tadi malam aku lihat Rizal Mallarangeng yang mewakili kubu SBY, tak sanggup lagi menahan diri, hingga beberapa kali diingatkan untuk tidak memotong pembicaraan orang lain. Namun beberapa kali pula, Rizal ngotot untuk ngomong. Sampai-sampai volume microphonenya dikecilkan. Sudah demikiankah panasnya mereka?

Lihatlah betapa Ganjar mampu berbicara dengan tenang, walaupun kalimat-kalimatnya galak juga. Padahal beliau dari kubu Mega yang terkenal kalimatnya galak juga dan tidak tenang (tidak sabaran).

Semoga negeri ini aman dari kebijakan-kebijakan yang liberal maupun yang neoliberal. Menjadi sebuah negeri yang aman sentausa, dan berpendirian yang teguh untuk keselamatan di dunia dan akhirat.

22 May 2009

Menulis Buku, Mimpi Seorang Mujahid?

Aku sudah berniat untuk meramaikan blog-ku di alamat www.ittelkom.ac.id/staf/mhd namun blog ini entah mengapa begitu lambatnya untuk diakses, sehingga tulisan ini saya taruh di sini dan saya taruh di-blog IT Telkom. Sehingga jangan merasa bahwa telah terjadi duplikasi tanpa ijin.

Aku sudah mulai ketularan teman dekatku. Yaitu bermimpi terhadap apa-apa yang belum diraih. Temanku dulu, sering bermimpi akibat ada sesuatu yang masih terasa sebagai sebuah hutang. Berhari, berbulan terus sering bermimpi tentang hal -hal yang menyangkut sesuatu tersebut. Baik secara langsung maupun secara tersirat. Dan akhirnya selesai setelah beban yang lama menggantung dapat diselesaikannya.

Telah dua hari pula aku bermimpi. Sesuatu yang telah menjadi keinginan untuk diwujudkan. Entahlah, apakah mimpi-mimpi ini hanya bunga tidur saja? Ataukah mimpi ini adalah mimpi mujahid? Yang ingin selamat di dunia maupun di akhirat? Seseorang menyatakan kekecewaannya tentang IT Telkom. Bahwa apa yang ingin diharapkannya ternyata tak juga terwujud. Bolehlah disebut semacam proyek, yang telah dijanjikan oleh pihak IT Telkom, namun proyek tersebut tak juga ditandatangani oleh pihak IT Telkom. Namun disela perbincangan tersebut, beliau mengungkapkan: bisa juga proyek/ pekerjaan digantikan dengan pencetakan buku. Nah, inilah yang membuat saya terus mengingatinya.

Tiga kalimat pertama dalam pragraf di atas ini, merupakan bumbu dari mimpiku, karena bukan hal tersebut yang terus berulang, namun yang terus berulang adalah pencetakan buku. Saat itu (dalam mimpi), aku menyanggupinya untuk memberikan hak cetak bukuku padanya. Sungguh buku yang pertama telah aku serahkan ke penerbit yang cukup terkenal di Indonesia. Nah, buku yang kedua belum kelar benar. Namun telah cukuplah dikatakan nyaris menembus angka 70%. Dan telah ada niat yang cukup kuat, agar aku dapat menyelesaikannya.

Semangat untuk menyelesaikannya, ditambah lagi dengan tulisan mahasiswaku yang tiba-tiba nongol di FB, untuk menagih janji aku menulis buku. Memang sang mahasiswa ini telah berhasil mencetakkan sebuah buku tentang pengalaman hidupnya. Sebuah buku ringan, namun bermakna cukup dalam. Walaupun masih mengandalkan rasa, bukan objektifitas yang sempurna.

Ketertundaan adalah sesuatu yang sering menghalangi. Pekerjaan yang demikian bertubi, menghendaki penulisan dalam format yang cukup baik dari buku tersebut, belum sempat tersentuh. Kadang rasa masih minder, dan merasa tak layak terbit menghinggapi diriku. Tapi kalau tak dipaksakan, apakah mungkin dunia kependidikan tinggi di Indonesia dapat mempunyai peran terhadap diri sendiri, tuan di negeri sendiri? Minimal harus ada setitik demi setitik upaya untuk menorehkan tinta di negeri sendiri.

Semoga aku dapat menuangkan segala kerja yang ada selama ini, yang dibantu para mahasiswa yang cakap, yang telah berusaha sekuat tenaga, untuk memperkaya tulisan tersebut, sehingga menjadi sebuah buku sebagai penambah salah satu literatur dan referensi dunia ilmiah di Indonesia. Mesti, aku menuliskannya dengan tanpa mengurangi hak cipta dari para mahasiswa dan para senior yang sebelumnya telah memberikan wacana tentang buku ini.

Semoga pula mimpiku adalah mimpi mujahid, yang rindu akan baru harum syurga jannatun na'im. Yang rindu akan ridloAllah di dunia maupun ridho Allah di akhirat kelak. Ya, Allah mudahkanlah aku menggetarkan duniaku, sehingga ridho-MU dapat aku capai.