19 May 2008

Energi Alternatif

Melihat harga minyak yang telah menembus angka 128 dollar per barrel dari angka sekitar 60-an pada tahun ini, sungguh mengejutkan berbagai kalangan. Mulai dari kalangan industriawan, pengusaha sampai para mahasiswa dan juga para orang-orang miskin, termasuk pula presiden dan wakil presidennya. Keputusan untuk menaikkan harga minyak di dalam negeri untuk produk minyak yang disubsidi, terus dikumandangkan. Bahkan halangan dari DPR pun rasanya nyaris tak akan mampu membendungnya. Defisit anggaran adalah argumen yang terus dikumandangkan.

Indonesia mesti berani melirik sumber energi listrik alternatif. Telah disampaikan pula sumber energi yang terbarukan, yaitu biodiesel. Namun sumber energi ini ternyata mempunyai efek samping yang tak kalah mengagetkannya. Tiba-tiba harga minyak goreng melambung cukup tinggi membuat para pengusaha rumah makan resah. Bayangkan saja hampir setiap dua minggu sekali harga CPO (bahan pembuat minyak goreng yang diolah dari minyak sawit) selalu naik sekitar 200-300 ribu.

Minyak jarak pun sudah mulai pula dilakukan. Namun mesti harus melihat bahwa tanaman jarak ternyata tak mudah dibudidayakan. Tanaman akan bagus tumbuh di daerah kering nan tandus, sehingga cocok untuk lahan kritis. Namun seiring tumbuhnya tanaman jarak, akan menyebabkan tanah tak lagi tandus, melainkan menjadi subur, karena uap air tidak segera menghilang ditiup angin, karena tertutup oleh rimbunnya pohon jarak. Akibatnya produksi minyak dari pohon jarak berkualitas menurun, karena air mulai banyak. Dilema memang.

Sedangkan sumber energi dari air yang dibendung, perlu dana yang tak sedikit, banyak pendudukan yang harus mengungsi akibat pembangunan waduk yang demikian ini. Bisa kita lihat pada waduk Wonogiri, yaitu Gajah Mungkur, tak kurang 3 kecamatan yang ditenggelamkan oleh waduk ini. Namun bersegera pula tak tahan oleh erosi terjadi pendangkalan yang sangat cepat. Sehingga di musim penghujan menjadi membahayakan karena harus segera membuka pintu air, namun di musim kemarau terlalu sedikit air hujan yang dapat ditampung.

Sumber energi batu bara telah pula membuat runyam negeri Eropa dengan efek yang cukup menggelitik pula, yaitu hujan asam. Asapnya yang pekat hitam, membuat tak nyaman bagi yang terkena efek asap ini.

Sumber energi dari air yang diurai menjadi hidrogen pun belum menampakkan hasil, walaupun SBY sempat pula mencium knalpot yang menggunakan bahan bakar ini. Belum banyak yang dapat diungkap dari perkembangan dan industri dari sumber energi alternatif ini.

Indonesia telah melakukan riset yang tak kepalang lamanya, sekitar sejak 1970-an riset di bidang terus dikembangkan. Dan sampai saat ini pun lembaga riset tersebut masih ada, dan terus berkiprah. Secara perhitungan ekonomi untuk menghasilkan listrik pun amat dan sangat murah. Memang negara-negara maju yang telah memanfaatkan sumber energi ini selalu menakut-nakuti akan bahaya yang besar. Energi ini bernama Energi Nuklir, hasil gubahan dari Einstein dengan rumus yang amat sederhana E=mc^2 (Energi sama dengan massa kali kecepatan cahaya dikuadratkan).

Bukan tanpa masalah sumber energi ini, namun dengan penempatan yang baik, maka hal-hal yang ditakutkan dapat segera diatasi. Indonesia terkenal sebagai negara kepulauan belasan ribu pulau menghampar luas. Lantas jika takut efek kebocoran yang mungkin terjadi, mengapa tidak menggunakan pulau yang terpencil? Sehingga amat jauh dari penduduk? Dan bukankah efek negatif dari sumber energi ini amat takut dengan air? Maka tinggal diguyur dengan air laut, efek negatif akan mereda sendiri.

Sumber energi alternatif harus dipilih, sehingga kita mampu mendapatkan manfaat yang tak sedikit dan mampu pula mengurangi efek negatif yang timbul. Dan rasanya pemilihan haruslah dilakukan oleh orang-orang yang memang tidak hanya mempunyai tanggung jawab di dunia saja, melainkan harus pula sampai pada tanggung jawab di akhirat kelak. Jika orang sudah takut dengan pengadilan dari Yang Maha, yang tak akan mungkin luput dari setitik tinta di malam yang gelap gulita. Pastilah pilihannya tak main-main dan tak mampu diperdebatkan lagi. Ayo kita songsong!!

08 May 2008

Sulitnya Mengelola Pendidikan Tinggi

Mengelola Perguruan Tinggi tidak mudah. Diperlukan donasi yang cukup untuk membangun sarana dan prasarana yang mendukung peningkatan dan pengembangan Perguruan Tinggi yang lebih baik lagi.

Mari berhemat! Ini kata-kata Pak Suwandi, menanggapi pernyataan Presiden atau Wakil Presiden. Yang kemudian ditanggapi oleh Kemas dengan menyatakan perlunya menggunakan sepeda dalam lingkungan kampus. Nah, dari tanggapan inilah muncul kemungkinan mewujudkan perumahan dinas karyawan. Saya tanggapi di bawah ini:

Berkaitan dengan perumahan dinas karyawan (dalam segi yang lain, yang sepertinya menarik investor adalah asrama), saya telah bertemu dengan dua perusahaan yang bersiap untuk menjadi investor, namun keduanya ternyata mundur teratur (berdasarkan informasi dari Pak Hendratno pun ternyata ada pula investor yang mundur untuk menjadi investor, berarti minimal telah ada tiga investor yang saya dengar yang tidak berani investasi membangun sarana di IT Telkom).

Yang jelas-jelas memberikan pernyataan mundur adalah yang terakhir yang saya antar ke asrama Putri IT Telkom pada hari Minggu 27 April 2008 (walah si Mahmud, minggu-minggu kok kerjo… koyok nang omah ora ono gawean wae ….), sebelumnya kami bertemu di Starbuck Coffee BIP, dari IT Telkom selain saya, ada juga Pak Imam Harjono. Sang calon investor memberikan gambaran seperti di bawah ini:

Pembangunan gedung dan isinya (mebelair, dll) sekitar: 13M
Pendapatan dari penghuni sekitar: 1M per tahun (penghuni sekitar 200 orang, sedangkan iuran rata-rata per kepala sekitar 400ribu per orang per bulan, padahal kenyataannya ada yang kurang dari 400ribu).
Operasional bulanan (kebersihan, manajemen asrama, air, listrik, dll) katakanlah 40% dari pendapatan per tahun, maka pendapatan investor adalah 600 juta per tahun
Untuk BEP dibutuhkan waktu: 13M/600jt = 22 tahun (ini belum memperhitungkan bunga bank)
Jelas, proyek ini tidak feasible!

Karena itu, mesti ada cara lain yang ditempuh: BOT tidak feasible!

Salah satu cara meningkatkan pendapatan adalah dengan cara menerima mahasiswa yang lebih banyak lagi. Bapak Rektor IT Telkom pun saat membuka workshop Penyusunan Proposal Lengkap PHK Institusi tahun seleksi 2008, menyatakan IT Telkom harus berani menerima mahasiswa baru sebanyak 5000 orang/ tahun. Yang harus dilakukan adalah menghitung berapa sarana-prasarana, SDM (dosen dan karyawan tetap, dosen dan karyawan tidak tetap), dll yang dibutuhkan untuk menyongsong angka 5000 tersebut.

Untuk dosen tidak tetap ada lembaga-lembaga di sekitar Bandung yang dapat menjadi pen-supply-nya, katakanlah dapat disebut: LEN, INTI, LIPI (di Sangkuriang ternyata bidang Elektronika dan Informatika), ITB, Unpad, Unpas, Unisba, serta perguruan tinggi yang lain.
Untuk karyawan tidak tetap dapat menggunakan mahasiswa-mahasiswa yang membutuhkan tambahan dana.

Untuk sarana laboratorium, kita harus mulai memikirkan investasi peralatan laboratorium yang mempunyai tingkat okupansinya tinggi haruslah lebih didahulukan, dibandingkan yang masih jarang dipakai, artinya setiap Departemen harus mulai tidak hanya berfikir “Saya perlu alat ini”, namun mulai pula melakukan penghitungan berapa hit pemakaian alat tersebut. Wah, nanti aku nggak bisa riset, kan bukan begitu maksudnya, laboratorium riset tentunya tak akan sebanyak laboratorium yang digunakan untuk keperluan layanan mahasiswa. Jadi, tetap saja lab riset ada, namun jumlahnya jauh lebih sedikit.

Ayo, para pimpinan dan kita semua, menyambut gempita 5000!

Himbauan yang muncul memang salah satunya adalah apakah ada kepedulian alumni, industri telekomunikasi sebagai pengguna alumni IT Telkom, untuk ikut mengembangkan sarana dan prasarana IT Telkom sebagai penyumbang terbesar dalam industri Telekomunikasi. Terima kasih.